Kamis, 09 Oktober 2014

MATERI PELAJARAN

MATERI PELAJARAN


A.    Pengertian materi pelajaran
Materi pelajaran pada hakekatnya merupakan bagian tak terpisahkan dari silabus, yakni perencanaan, prediksi dan proyeksi tentang apa yang akan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran.
Secara garis besar dapat dikemukaakn bahwa Materi Pelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.
Tian.2003: Materi Pelajaran menurut Pannen adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disususn secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Materi pelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuaidengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai  oleh peserta didik, artinya materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indicator. Materi pelajaran dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan Materi Pelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan terhadap Materi Pelajaran tersebut. Agar guru dapat membuat persiapan dan berdaya guna dan berhasil guna, dituntut memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan Materi Pelajaran, baik berkaitan dengan hakikat, fungsi, prinsip, maupun prosedur pengembangan materi serta mengukur efektivitas persiapan tersebut.

1.      Janis-jenis materi pelajaran
Jenis-jenis materi pelajaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a.       Fakta yaitu segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama onbjek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya.
b.      Konsep yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian ciri khusus, hakikat, inti/isi dan sebagainya.
c.       Prinsip yaitu berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma, teorema, serta hubungan antar konsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat.
d.      Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu system.
e.       Sikap atau Nilai merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja.
2.      Prinsip-Prinsip Pengembangan Materi
Prinsip-prinsip dalam menentukan Matrei Pelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan (konsistensi), dan kesukupan (adequacy).
a.       Relevansi artinya kesesuaian. Materi pelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan pencapaian kompetensi dasar.
b.      Konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai ada empat macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.
c.       Adequacy artinya kecukupan. Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak.
3.      Langkah-Langkah Penentuan Materi Pelajaran
a.       Identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar
Sebelum menentukan Materi Pelajaran terlebih dahulu perlu di identifikasi aspek-aspek keutuhan kompetensi yang harus dipelajari atau diukasai peserta didik. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam jenis pelajaran. Harus ditentukan apakah standar kompetensi dan kompetensi dasar yangb harus dikuasai peserta didik termasuk ranah kognitif, psikomotor, ataukah efektif.
b.      Identifikasi Jenis-Jenis Materi Pelajaran
v  Ranah Kognitif
Identifikasi dilakukan berkaitan dengan kesesuaian materi pelajaran dengan tingkatan aktivitas/ranah pembelajarannya.
Materi yang sesuai dengan ranah kognitif ditentukan berdasarkan prilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan kemampuan berpikir. Dengan demikian, jenis materi  yang sesuai untuk ranah kognitif adalah fakta, konsep, prinsip, prosedur.
v  Ranah afektif
Materi pelajaran yang sesuai ranah afektif ditentukan berdasarkan prilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk  ranah afektif meliputi rasa dan penghayatan, seperti pemberian respon, penerimaan, internalisasi, dan penilaian.
v  Ranah Psikomotorik
Materi pelajaran yang sesuai untuk ranah psikomoror ditentukan berdasarkan prilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik. Dengan demikian, jenis materi yang sesuai untuk ranah psikomotor terdiri dari gerakan awal, semirutin, dan rutin.

c.       Penentuan  Cakupan Materi Pelajaran
Dalam penentuan cakupan atau ruang lingkup materi pelajaran harus memperhatikan apakah materinya berupa aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif, ataukah aspek psikomotor, karena ketika sudah diimplementasikan dalam proses pembelajaran maka tiap-tiap jenis materi uraian materi tersebut memerlukan strategi dan media pembelajaran yang berbeda-beda. Selain memerhatikan jenis materi juga harus memerhatikan prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi pelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalam materinya.
Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan beberapa banyak materi yang dimasukan ke dalam suatu materi pelajaran. Kedalam materi menyangkut rincian konsep-konsep yang terkandung di dalamnya yang harus dipelajari oleh peserta didik.
d.      Urutan Materi Pembelajaran
Urutan penyajian berguna untuk menentukan urutan proses pembelajaran.  Tanpa urutan yang tepat, jika diantara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat akan menyulitkan peserta didik dalam mempelajarinya.
Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamanya dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok, yaitu: pendekatan prosedural dan pendekatan hierarkis.
1.      Pendekatan prosedural
Urutan materi pelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah: mengoperasikan bilangan bulat, menghitung pecahan, dan sebagainya.
2.      Pendekatan hierarkis
Urutan materi pelajaran secara hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
3.      Penentuan sumber belajar
Berbagai sumber belajar dapat digunakan untuk mendukung materi pelajaran tertentu.  Penentuan tersebut harus tetap mengacu pada setiap sandar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Beberapa Janis sumber belajar antara lain:
1.      Buku
2.      Laporan hasil pnelitian
3.      Jurnal (Penerbitan Hasil Penelitian dan Pemikiran Ilmiah)
4.      Majalah Ilmiah
5.      Kajian Pakar Bidang Studi
6.      Karya Profesional
7.      Buku kurikulum
8.      Terbitan Berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan
9.      Situs-situs Internet
10.  Multimedia (TV, video, VCD, kaset audio, dsb)
11.  Lingkungan (alam, sosial, seni budaya, teknik, industri, ekonomi)
12.  Narasumber


B.     Analisis Materi Pelajaran
Tayibnapis.2000:   Analisis  adalah  penyelidikan  suatu  peristiwa (karangan,  perbuatan  dan  sebagainya)  untuk  mengetahui  apa  sebabnya, bagaimana  duduk  perkaranya  dan  sebagainya Analisis Materi Pelajaran adalah kegiatan pemilihamateri esensial dari keselulruhan materi suatu pelajaran yang merupakan materi pelajaran minimal yang harus dikuasai dan dimiliki dalam proses pelajarannya. Materi pelajartan yang esensial itu mencakup tentang konsep kunci keilmuwan, tema-tema utama, dan nilai-nilai dasar yang memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut :
Ø  Universal, konsep kunci keilmuwan itu memiliki tingkat generalisasi yang tinggi
Ø  Adaptif, artinya dapat memberikan kemampuan kepada siswa untuk mengadaptasi perubahan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi
Ø  Transferable, artinya konsep-konsep yang ada dalam pokok-pokok bahasan tersebut dapat  dimanfaatkan atau digunakan bagi pemecahan masalah dalam berbagai pihak
Ø  Aplikatif, memungkinkan untuk diterapkan atau diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang keilmuwan dan teknologi
Ø  Meaningful, artinya layak bermakna dan bermanfaat untuk diketahui  dan dan dikuasi oleh siswa

C.     Kaitan Tujuan Dengan Materi Pelajaran
Dalam konteks pendidikan, tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga pendidikan. Artinya, tujuan penyelenggaraan pendidikan diturunkan dari visi dan misi lembaga,  dan sebagai arah yang harus dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran. Komponen ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem pembelajaran. Kalau diibaratkan, tujuan pembelajaran adalah jantungnya, dan suatu proses pembelajaran terjadi manakala terdapat tujuan yang harus dicapai. 12
Tujuan pembelajaran membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, alat, media dan sumber belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa.

D.     Kaitan Evaluasi Dengan Materi Pelajaran
Arikunto.2005: Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive and judgmental  information about the worth and merit of some object’s goals, design, implementation, and impact in order to guide decision making serve needs for accountability, and promote understanding of the involved phenomena.
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat  dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut,   inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses pembelajaran secara  sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik.
Kaitannya dengan materi pelajaran, dalam evaluasi pembelajaran itu terdapat evaluasimasukan pembelajaran menekankan pada evaluasi karakteristik peserta didik, kelengkapan dan keadaan sarana dan prasarana pembelajaran, karakteristik dan kesiapan tutor, kurikulum dan Materi Pelajaran, strategi pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran, serta keadaan lingkungan dimana pembelajaran berlangsung.




Kesimpulan
Ø  Materi Pelajaran pada hakekatnya merupakan bagian tak terpisahkan dari Silabus, yakni perencanaan, prediksi dan proyeksi tentang apa yang akan dilakukan pada saat Kegiatan Pembelajaran.
Ø  Jenis-jenis Materi Pelajaran dapat diklasifikasi sebagai berikut: Fakta, Konsep, Prinsip, Prosedur, dan Sikap atau Nilai. Prinsip-Prinsip Pengembangan  Materi: Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan Materi Pelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan (konsistensi), dan kecukupan (adequacy). Langkah-langkah penentuan Materi Pelajaran:identifikasi standar  kompetensi dan kompetensi dasar, identifikasi jenis-jenis Materi  Pelajaran,penentuan cakupan Materi Pelajaran, urutan materi  pembelajaran.
Ø  Analisis Materi Pelajaran adalah kegiatan pemilihan materi esensial dari  keselulruhan materi suatu pelajaran yang merupakan materi pelajaran minimal yang harus dikuasai dan dimiliki dalam proses pelajarannya.
Ø  Tujuan pembelajaran membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran.
Ø  Evaluasi pembelajaran itu terdapat evaluasi masukan pembelajaran menekankan pada evaluasi karakteristik peserta didik, kelengkapan dan keadaan sarana dan prasarana pembelajaran, karakteristik dan kesiapan tutor, kurikulum dan Materi Pelajaran.


SEJARAH DAN FILSAFAT MATEMATIKA

SEJARAH DAN FILSAFAT MATEMATIKA 
 
A.  Sejarah Matematika 
 
Menurut Berggren, JL, 2004, penemuan matematika pada jaman Mesopotamia dan Mesir 
Kuno, didasarkan pada banyak dokumen asli yang masih ada ditulis oleh juru tulis. Meskipun 
dokumen-dokumen yang berupa artefak tidak terlalu banyak, tetapi mereka dianggap mampu 
mengungkapkan  matematika  pada jamantersebut.    Artefak matematika yang ditemukan 
menunjukkan bahwa bangsa Mesopotamia  telah memiliki banyak pengetahuan matematika 
yang luar biasa, meskipun matematika mereka masih primitif dan belum disusun secara 
deduktif seperti sekarang. Matematika pada jaman Mesir Kuno dapat dipelajari dari artefak 
yang ditemukan yang kemudian disebut sebagai Papyrus Rhind (diedit pertama kalinya pada 
1877), telah memberikan gambaran bagaimana matematika di Mesir kuno telah berkembang 
pesat.  Artefak-artefak berkaitan dengan matematika yang ditemukan berkaitan dengan 
daerah-daerah kerajaan seperti  kerajaan Sumeria  3000  SM, Akkadia  dan Babylonia rezim 
(2000 SM), dan kerajaan Asyur (1000 SM), Persia (abad 6-4 SM), dan Yunani (abad ke 3 - 1 
SM).  
 
Pada jaman Yunani kuno paling tidak tercatat matematikawan  penting yaitu Thales dan 
Pythagoras. Thales dan Pythagoras mempelopori pemikiran  dalam bidang Geometri, tetapi 
Pythagoraslah yang memulai melakukan atau membuat bukti-bukti matematika. Sampai masa 
pemerintahan  Alexander Agung  dari Yunani dan sesudahnya, telah tercatat Karya 
monumental dari Euclides berupa karya buku yang berjudul Element (unsur-unsur) yang 
merupakan buku Geometri pertama yang disusun secara deduksi.  
Risalah penting dari periode awal matematika Islam  banyak yang hilang, sehingga ada 
pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika Islam 
awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah  jumlah dokumen yang relatif 
sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran 
matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang 
jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan 
pemikiran modern yang muncul  himpunanelah jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 
himpunanelah masehi. 
 
Penemuan alat cetak mencetak pada jaman modern, yaitu sekitar abad ke 16, telah 
memungkinkan para matematikawan satu dengan yang lainnya melakukan komunikasi secara 
lebih intensif, sehingga mampu menerbitkan karya-karya hebat. Hingga sampailah pada 
jamannya Hilbert yang berusaha untuk menciptakan matematika sebagai suatu sistem yang 
tunggal,  lengkap  dan konsisten. Namun usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan atau 
ditemukan kesalahannya oleh muridnya sendiri yang bernama Godel yang menyatakan bahwa 
tidaklah mungkin diciptakan matematika yang tunggal, lengkap dan konsisten.  Persoalan 
Geometri dan Aljabar kuno, dapat ditemukan di dokumen yang tersimpan di Berlin. Salah 
satu persoalan tersebut misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi panjang. 
Mereka menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang yang kemudian 
mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara sisi-sisi siku-siku ini 
kemudian dikenal dengan nama Teorema Pythagoras. Teorema Pythagoras ini sebetulnya 
telah digunakan lebih dari 1000 tahun sebelum ditemukan oleh Pythagoras.   
Orang-orang Babilonia telah menemukan sistem bilangan sexagesimal yang kemudian 
berguna untuk melakukan perhitungan berkaitan dengan ilmu-ilmu perbintangan.  Para 
astronom  pada jaman Babilonia telah  berusaha untuk memprediksi  suatu  kejadian  dengan 
mengaitkan dengan fenomena perbintangan, seperti gerhana bulan dan titik kritis dalam 
siklus planet (konjungsi, oposisi, titik stasioner, dan visibilitas pertama dan terakhir). Mereka 
menemukan teknik untuk menghitung posisi ini (dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur, 
diukur relatif terhadap jalur gerakan jelas tahunan Matahari) dengan berturut-turut 
menambahkan istilah yang tepat dalam perkembangan aritmatika. Matematika di Mesir Kuno 
disamping dikarenakan pengaruh dari Masopotamia dan Babilonia, tetapi juga dipengaruhi 
oleh konteks Mesir yang mempunyai aliran sungai yang lebar dan panjang yang menghidupi 
masyarakat Mesir dengan peradabannya. Persoalan hubungan kemasyarakatan muncul 
dikarenakan kegiatan survive bangsa Mesir menghadapi keadaan alam yang dapat 
menimbulkan konflik diantara mereka, misalnya bagaimana menentukan batas wilayah, 
ladang atau sawah dipinggir sungai Nil  himpunanelah banjir bandang terjadi yang 
mengakibatkan tanah mereka tertimbun lumpur hingga beberapa meter. Dari salah satu kasus 
inilah kemudian muncul gagasan atau ide tentang luas daerah, batas-batas dan bentuk-
bentuknya. Maka pada jaman Mesir Kuno, Geometri telah tumbuh pesat sebagai cabang 
Matematika. 
 
Dalam waktu relatif singkat (mungkin hanya satu abad atau kurang),  metode yang 
dikembangkan oleh orang Babilonia dan Masir Kuno telah sampai  ke tangan orang-orang 
Yunani. Misal, Hipparchus (2 abad SM) lebih menyukai pendekatan geometris pendahulu 
Yunani,  tetapi kemudian ia menggunakan metode dari Mesopotamia dan mengadopsi gaya 
seksagesimal. Melalui orang-orang Yunani itu diteruskan ke para ilmuwan Arab pada abad 
pertengahan dan dari situ ke Eropa, di mana itu tetap menonjol dalam matematika astronomi 
selama Renaissance dan periode modern awal. Sampai hari ini tetap ada dalam penggunaan 
menit dan detik  untuk mengukur waktu dan sudut. Aspek dari matematika Babilonia yang 
telah sampai ke Yunani  telah meningkatkan kualitas kerja matematika dengan tidak hanya 
percaya denganbentuk-bentuk fisiknya saja, melainan diperoleh kepercayaan melalui bukti-
bukti matematika. Prinsip-prinsip Teorema Pythagoras yang sudal dikenal sejak jaman 
Babilonia yaitu sekitar seribu tahun sebelum jaman Yunani, mulai dibuktikan secara 
matematis oleh Pythagoras pada jaman Yunani Kuno.  
 
Pada jaman Yunani Kuno, selama periode dari sekitar 600 SM sampai 300 SM , yang dikenal 
sebagai periode klasik matematika, matematika berubah dari  fungsi praktis menjadi struktur 
yang koheren pengetahuan deduktif. Perubahan fokus dari pemecahan masalah praktis ke  
pengetahuan tentang kebenaran matematis umum dan perkembangan obyek  teori mengubah 
matematika ke dalam suatu disiplin ilmu. Orang Yunani menunjukkan kepedulian terhadap 
struktur logis matematika. Para pengikut Pythagoras berusaha untuk menemukan secara pasti  
Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku. Tetapi mereka tidak dapat menemukan angka 
yang tertentu dengan skala yang sama yang berlaku untuk semua sisi-sisi segitiga tersebut. 
Hal inilah yang kemudian dikenal dengan persoalan Incommensurability, yaitu adanya skala 
yang tidak sama agar diperoleh bilangan yang tertentu untuk sisi miringnya. Jika dipaksakan 
digunakan skala yang sama (atau commensurabel) maka pada akhirnya mereka menemukan 
bahwa panjang sisi miring bukanlah bilangan bulat melainkan bilangan irrasional. 
 
Prestasi bangsa Yunani  Kuno yang  monumental adalah adanya karya Euclides tentang 
Geometri Aksiomatis.  Sumber utama untuk merekonstruksi  pra-Euclidean buku karya 
Euclides bernama Elemen  (unsur-unsur), di mana    sebagian besar isinya masih relevan dan digunakan hingga saat kini. Element terdiri dari 13 jilid. Buku I berkaitan dengan kongruensi 
segitiga, sifat-sifat garis paralel, dan hubungan daerah dari segitiga dan jajaran genjang; Buku 
II menetapkan kehimpunanaraan yang berhubungan dengan kotak, persegi panjang, dan 
segitiga; Buku III berisi sifat-sifat  Lingkaran; dan Buku IV berisi tentang  poligon dalam 
lingkaran. Sebagian besar isi  dari Buku I-III adalah karya-karya Hippocrates, dan isi  dari 
Buku IV dapat dikaitkan dengan Pythagoras, sehingga dapat dipahami bahwa buku Elemen 
ini memiliki sejarahnya hingga berabad-abad sebelumnya. Buku V menguraikan sebuah teori 
umum proporsi, yaitu sebuah teori yang tidak memerlukan pembatasan untuk besaran 
sepadan. Ini teori umum berasal dari Eudoxus. Berdasarkan teori, Buku VI menggambarkan 
sifat bujursangkar dan generalisasi dari  teori kongruensi  pada Buku I.   Buku VII-IX berisi 
tentang  apa yang  oleh  orang-orang Yunani disebut "aritmatika," teori bilangan bulat. Ini 
mencakup sifat-sifat proporsi numerik, pembagi terbesar, kelipatan umum, dan bilangan 
prima(Buku VII); proposisi pada progresi numerik dan persegi (Buku VIII), dan hasil khusus, 
seperti faktorisasi bilangan prima yang unik ke dalam, keberadaan yang tidak terbatas jumlah 
bilangan prima, dan pembentukan "sempurna" angka, yaitu angka-angka yang sama dengan 
jumlah pembagi  (Buku IX). Dalam beberapa bentuk, Buku VII berasal dari Theaetetus dan 
Buku VIII dari Archytas.  Buku X menyajikan teori garis irasional dan berasal dari karya 
Theaetetus  dan Eudoxus.  Buku Xiberisi tentang bangun ruang; Buku XII membuktikan 
theorems pada rasio lingkaran, rasio bola, dan volume piramida dan kerucut. 
 
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri  , sangat besar. Dari periode awal 
orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal prosedur praktis tetapi 
sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan proposisi umum dan 
demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka, terutama yang dari  abad SM-3, 
geometri  telah menjadi materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun 
tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat. 
Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada  pembaharuan 
terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan 
perhitungan-perhitungan yang dibuat  Kepler dan Cavalieri,  merupakan inspirasi langsung 
bagi  Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh  Apollonius dan Pappus 
dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh 
Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard.  
 
Kebangkitan matematika pada abad 17 sejalan dengan kebangkitan pemikiran para filsuf 
sebagai anti tesis abad gelap dimana kebenaran didominasi oleh Gereja. Maka Copernicus 
merupakan tokoh pendobrak yang menantang pandangan Gereja bahwa bumi sebagai pusat 
jagat raya; dan sebagai gantinya dia mengutarakan ide bahwa bukanlah Bumi melainkan 
Mataharilah yang merupakan pusat tata surya, sedangkan Bumi mengelilinginya. Jaman 
kebangkitan ini kemudian dikenal sebagai Jaman Modern, yang ditandai dengan munculnya 
tokoh-tokoh pemikir filsafat sekaligus matematikawan seperti Immanuel Kant, Rene 
Descartes, David Hume, Galileo, Kepler, Cavalieri, dst. 
 
B. Filsafat Matematika 
 
Wilkins, DR, 2004, menjelaskan bahwa terdapat  beberapa definisi  tentang matematika yang 
berbeda-beda. Ahli logika Whitehead menyatakan bahwa matematika dalam arti yang paling 
luas adalah pengembangan semua jenis pengetahuan yang bersifat formal dan   penalarannya 
bersifat  deduktif. Boole berpendapat bahwa itu matematika adalah ide-ide tentang  jumlah dan kuantitas.  Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika merupakan contoh yang paling 
cemerlang tentang bagaimana akal murni berhasil bisa memperoleh kesuksesannya  dengan 
bantuan pengalaman.  Von Neumann percaya bahwa sebagian besar inspirasi matematika 
terbaik berasal dari pengalaman.    Riemann menyatakan bahwa jika dia hanya memiliki 
teorema, maka ia bisa menemukan bukti cukup mudah. Kaplansky menyatakan bahwa saat 
yang paling menarik adalah bukan di mana sesuatu terbukti tapi di mana konsep baru 
ditemukan. Weyl menyatakan bahwa Tuhan  ada karena matematika adalah konsisten dan 
iblis ada karena kita tidak dapat membuktikan  matematika  konsistensi ini.    Hilbert 
menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur 
yang tergantung pada vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan  dalam 
matematika dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur lama yang telah 
kehilangan kegunaannya dan  penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk menemukan konsep 
baru. 
Hempel, CG, 2001, menegaskan kembali apa yang telah dikemukakan oleh John Stuart Mill 
bahwa matematika itu sendiri merupakan ilmu empiris yang berbeda dari cabang lain seperti 
astronomi, fisika,  kimia, dll, terutama dalam dua hal: materi pelajaran adalah lebih umum 
daripada apapun lainnya dari penelitian ilmiah, dan proposisi yang telah diuji dan 
dikonfirmasi ke tingkat yang lebih besar dibandingkan beberapa bagian yang paling mapan 
astronomi atau fisika. Dengan demikian, sejauh mana hukum-hukum matematika telah 
dibuktikan oleh pengalaman masa lalu umat manusia begitu luar biasa bahwa kita telah 
dibenarkan olh teorema matematika dalam bentuk kualitatif berbeda dari hipotesis baik dari 
cabang lain. 
Hempel, CG, 2001, lebih lanjut menyatakan bahwa sekali istilah primitif dan dalil-dalil yang 
telah ditetapkan, seluruh teori sepenuhnya ditentukan. Dia menyimpulkan bahwa 
himpunaniap istilah dari teori matematika adalah didefinisikan dalam hal primitif, dan 
himpunaniap proposisi teori secara logis deducible dari postulat, adalah sepenuhnya tepat. 
Perlu juga untuk menentukan prinsip-prinsip logika yang  digunakan dalam pembuktian 
proposisi matematika. Ia mengakui  bahwa prinsip-prinsip dapat dinyatakan secara  eksplisit 
ke dalam kalimat primitif atau dalil-dalil logika. Dengan menggabungkan analisis dari aspek 
sistem Peano, Hempel menerima tesis dari logicism bahwa Matematika adalah cabang dari 
logika karena semua konsep matematika, yaitu aritmatika, aljabar analisis, dan, dapat 
didefinisikan dalam empat konsep dari logika murni, dan semua teorema matematika dapat 
disimpulkan dari definisi tersebut melalui prinsip-prinsip logika. Bold, T., 2004, menyatakan 
bahwa komponen penting dari matematika mencakup konsep angka integer, pecahan, 
penambahan, perpecahan dan persamaan; di mana penambahan dan pembagian terhubung 
dengan studi proposisi matematika dan konsep bilangan bulat dan pecahan adalah elemen 
dari konsep-konsep matematika.  
Bold, T., 2004, lebih lanjut menunjukkan bahwa elemen penting kedua untuk interpretasi 
konsep matematika adalah kemampuan manusia dari abstrak, yaitu kemampuan pikiran untuk 
mengetahui sifat abstrak dari dari obyek  dan menggunakannya tanpa kehadiran obyek. 
Karena kenyataan bahwa semua matematika adalah abstrak, ia percaya bahwa salah satu 
motif dari intuitionists untuk berpikir matematika adalah produk satu-satunya pikiran. Dia menambahkan bahwa elemen penting ketiga adalah konsep infinity, sedangkan  konsep  tak 
terbatas didasarkan pada konsep kemungkinan. Dengan demikian, konsep tak terbatas bukan 
kuantitas, tetapi konsep yang bertumpu pada kemungkinan tak terbatas, yang merupakan 
karakter dari kemungkinan. Berikutnya ia mengklaim bahwa konsep pecahan  hanya 
berdasarkan abstraksi dan kemungkinan. Menurut dia, isu yang terlibat dengan bilangan 
rasional dan irasional sama sekali tidak relevan untuk interpretasi konsep pecahan 
sebagaimana selalu dikhawatirkan oleh Heyting Arend. Sejauh berkenaan dengan  konsep-
konsep matematika, bilangan rasional  sebagai n / p dan bilangan irasional dengan p adalah 
bilangan bulat,  hanya masalah cara berekspresi. Perbedaan antara mereka adalah masalah 
dalam matematika untuk dijelaskan dengan istilah matematika dan bahasa. 
 
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari 
operasi manusia dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk 
memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah  yang 
stabil tentang  dan terlepas  dari sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari 
himpunanbenda-benda fisik  dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai model 
mandiri yang kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan 
kuantitatif; di mana orang memperolehnya  dari  pengalaman mereka dengan himpunan  dan 
ekstrapolasi aturan  ke himpunan  yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan dengan demikian 
situasi  idealnya menjadi    nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, 
tetap,  dan  mandiri  , sementara  bangun-bangun fisiknya  berubah. Sementara  konsep 
matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk 
memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja.  Hal demikian yang kemudian disebut 
sebagai abstraksi.  Sementara sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari, 
diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus adalah 
sempurna lurus, lancip adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian 
itulah yang kemudian dikenal sebagai idealisasi. 
Peterson, I., 1998, menjelaskan bahwa pada awal abad ke-20, Jerman yang hebat matematika 
David Hilbert (1862-1943) menganjurkan program yang ambisius untuk merumuskan suatu 
sistem aksioma dan aturan inferensi yang akan mencakup semua matematika,  dari dasar 
aritmatika hingga mahir kalkulus; impiannya adalah menyusun metode penalaran matematika 
dan menempatkan mereka dalam kerangka tunggal. Hilbert menegaskan bahwa suatu sistem 
formal dari aksioma dan aturan harus konsisten, yang berarti bahwa seseorang tidak dapat 
membuktikan sebuah pernyataan dan kebalikannya pada saat yang sama, ia juga 
menginginkan skema yang lengkap, artinya satu selalu dapat membuktikan pernyataan yang 
diberikan bisa benar atau salah. Hilbert berpendapat bahwa harus ada prosedur yang jelas 
untuk memutuskan apakah suatu proposisi tertentu berikut dari himpunan aksioma, dengan 
itu, diberikan sebuah sistem yang jelas dari aksioma dan aturan inferensi yang tepat, akan 
lebih mungkin, meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan melalui semua 
proposisi mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan untuk memeriksa mana 
yang valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan secara otomatis akan menghasilkan 
semua teorema mungkin dalam matematika. Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa matematika formal didasarkan pada logika formal; 
mengurangi hubungan matematis untuk pertanyaan keanggotaan  himpunan; objek primitif 
hanya terdefinisi dalam matematika formal adalah himpunan kosong yang berisi apa-apa. 
Ada klaim bahwa hampir setiap abstraksi matematika yang pernah diselidiki dapat diturunkan 
sebagai seperangkat aksioma teori himpunan dan hampir setiap bukti matematis yang pernah 
dibangun dapat dibuat dengan asumsi tidak ada di luar yang aksioma. Itu juga menyatakan 
bahwa jika tak terhingga merupakan potensi dan tidak pernah menjadi  kenyataan selesai 
maka  himpunan  terbatas  tidak ada, karena itu, ahli matematika mencoba untuk 
mendefinisikan struktur tak terbatas yang paling umum dibayangkan karena itu tampaknya 
memberikan harapan paling baik, jika  himpunan  tidak terbatas ada maka  akan menjadi 
landasan matematika yang kokoh. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa matematika harus 
langsung terhubung ke sifat program non-deterministic di alam semesta yang potensial tidak 
terbatas, hal ini akan  membatasi ekstensi untuk sebuah himpunan bilangan ordinal  dan 
himpunan  yang dapat dibangun dari mereka. Obyek didefinisikan dalam suatu sistem 
matematis yang formal tidak peduli apakah  aksioma tak terhingga itu termasuk yang 
dimasukkan, dan bahwa sistem formal dapat diartikan sebagai suatu program komputer untuk 
menghasilkan teorema di mana program tersebut dapat menghasilkan  semua nama-nama 
benda atau himpunan yang didefinisikan dalam sistem tersebut. Selanjutnya, semua bilangan 
kardinal yang lebih besar yang pernah didefinisikan dalam sistem matematika yang terbatas, 
tidak akan dihitung dari dalam sistem tersebut. 
Peterson, I., 1998, mencatat bahwa apa Hilbert berpendapat bahwa kita dapat memecahkan 
masalah jika kita cukup pintar dan bekerja cukup lama, dan matematikawan  Gregory J. 
Chaitin dan Thomas J. Watson tidak percaya dengan prinsip bahwa  ada batas untuk apa 
matematika bisa dicapai. Namun, pada tahun 1930, Kurt Godel (1906-1978) membuktikan 
bahwa tidak ada prosedur keputusan tersebut adalah mungkin untuk setiap sistem logika yang 
terdiri dari aksioma dan proposisi cukup canggih untuk mencakup jenis masalah matematika 
yang hebat yang bekerja pada setiap hari; ia menunjukkan bahwa jika kita asumsikan bahwa 
sistem matematika konsisten, maka kita bisa menunjukkan bahwa itu tidak lengkap. Peterson 
mengatakan bahwa dalam pikiran Godel, tidak peduli apa sistem aksioma atau aturannya, 
akan selalu ada beberapa pernyataan yang dapat tidak terbukti atau tidak valid dalam sistem.  
Memang,  matematika penuh dengan  pernyataan  dugaan dan    menunggu bukti  dengan 
jaminan bahwa jawaban tertentu telah pernah ada. 
 
Chaitin membuktikan bahwa  suatu prosedur tidak dapat menghasilkan hasil yang  lebih 
kompleks dari pada prosedur  itu sendiri, dengan kata lain, dia membuat teori bahwa wanita 
berbobot 1-pon tidak bisa melahirkan bayi berbobot 10-pon. Wanita berbobot 10 pon tidak 
bisa melahirkan bayi 100 pon, dst.  Sebaliknya, Chaitin juga menunjukkan bahwa tidak 
mungkin membuat prosedur untuk membuktikan bahwa sejumlah kompleksitas bersifat acak, 
maka, sejauh bahwa pikiran manusia adalah sejenis komputer, mungkin ada jenis 
kompleksitas begitu mendalam dan halus yang akal kita tidak pernah bisa memahami nya; 
urutan apapun yang mungkin terletak pada kedalaman akan dapat diakses, dan selalu akan 
muncul untuk kita sebagai keacakan. Pada saat yang sama, membuktikan bahwa berurutan adalah acak juga dapat mengatasi  kesulitan, tidak ada cara untuk memastikan bahwa kita 
tidak diabaikan. Peterson, I., 1998, menyatakan bahwa hasil Chaitin ini menunjukkan bahwa 
kita jauh lebih mungkin untuk menemukan keacakan dari  ketertiban dalam domain  
matematika  tertentu; kompleksitas versin  teorema Godel  menyatakan  bahwa meskipun 
hampir semua bilangan  adalah acak, tidak ada  sistem formal  aksiomatis yang akan 
memungkinkan kita untuk membuktikan fakta ini. 
Selanjutnya, Peterson, I., 1998, menyimpulkan bahwa pekerjaan Chaitin ini menunjukkan 
bahwa ada jumlah tak terbatas pernyataan matematika di mana seseorang dapat membuat, 
katakanlah, aritmatika yang tidak dapat direduksi menjadi aksioma aritmatika, jadi tidak ada 
cara untuk membuktikan apakah pernyataan tersebut benar atau salah dengan menggunakan 
aritmatika; dalam pandangan Chaitin ini, itu praktis sama dengan mengatakan bahwa struktur 
aritmatika adalah acak. Chaitin menyimpulkan bahwa struktur matematika  adalah fakta 
matematis yang analog dengan hasil dari sebuah lemparan koin dan kita tidak pernah bisa 
benar-benar membuktikan secara logis apakah itu adalah benar, ia menambahkan bahwa 
dengan cara yang sama bahwa  tidak mungkin untuk memprediksi saat yang tepat di mana 
seorang individu yang terkena radiasi atom mengalami peluruhan radioaktif. Matematika tak 
berdaya untuk menjawab pertanyaan tertentu, sedangkan fisikawan masih dapat membuat 
prediksi yang dapat diandalkan tentang rata-rata lebih dari besar dari atom, ahli matematika 
mungkin dalam beberapa kasus terbatas pada pendekatan yang sama; yang membuat 
matematika jauh lebih dari ilmu pengetahuan eksperimental. 
Hempel, CG, 2001, berpendapat bahwa setiap sistem postulat matematika yang konsisten, 
bagaimanapun, mempunyai interpretasi yang berbeda dari istilah primitifnya, sedangkan satu 
himpunan  definisi dalam arti kata yang kaku menentukan arti dari definienda dengan cara 
yang unik . Sistem yang lebih luas dari itu Peano postulat yang diperoleh masih belum 
lengkap dalam arti bahwa tidak setiap bilangan memiliki akar kuadrat, dan lebih umum, tidak 
setiap persamaan aljabar  memiliki solusi dalam sistem; ini menunjukkan  bahwa  ekspansi 
lebih lanjut dari sistem bilangan  dengan  pengenalan bilangan real dan akhirnya kompleks. 
Hempel menyimpulkan bahwa pada dasar dari dalil operasi aritmatika dan aljabar berbagai 
dapat didefinisikan untuk jumlah sistem baru, konsep fungsi, limit, turunan dan integral dapat 
diperkenalkan, dan  teorema  berkaitan  erat  dengan konsep-konsep ini dapat dibuktikan, 
sehingga akhirnya sistem besar matematika seperti di sini dibatasi bertumpu pada dasar yang 
sempit dari sistem Peano itu;  setiap konsep matematika dapat didefinisikan dengan 
menggunakan tiga  unsur primitif dari  Peano, dan  setiap proposisi matematika dapat 
disimpulkan dari lima postulat  yang  diperkaya oleh definisi dari non-primitif tersebut, 
langkah penyederhanaan, dalam banyak kasus, dengan cara tidak lebih dari prinsip-prinsip 
logika formal; bukti beberapa theorems tentang bilangan real, bagaimanapun, memerlukan 
satu asumsi yang biasanya tidak termasuk di antara yang terakhir dan ini adalah aksioma 
yang disebut pilihan di  mana ia menyatakan bahwa terdapat himpunan-himpunan  saling 
eksklusif,  tidak ada yang kosong, ada  setidaknya satu himpunan  yang memiliki tepat satu 
elemen yang sama dengan masing-masing himpunan yang diberikan. 
Hempel, CG, 2001, menyatakan bahwa berdasarkan prinsip dan aturan logika formal, isi 
semua matematika dapat diturunkan dari sistem sederhana Peano ini yaitu prestasi yang luar biasa dan sistematis, isi matematika dan penjelasan dasar-dasar yang validitas. Menurut dia, 
sistem Peano memungkinkan interpretasi yang berbeda, sedangkan dalam sehari-hari maupun 
dalam bahasa ilmiah, dapat dikembangkan untuk  arti khusus untuk konsep aritmatika. 
Hempel bersikeras bahwa jika karena itu matematika adalah menjadi teori yang benar dari 
konsep-konsep matematika dalam arti yang dimaksudkan, tidak cukup untuk validasi untuk 
menunjukkan  bahwa seluruh sistem adalah diturunkan dari Peano mendalilkan  kecocokan 
definisi, melainkan, kita harus bertanya lebih jauh apakah  postulat Peano sebenarnya benar 
ketika  unsur  primitif  dipahami dalam arti sekedar sebagai kebiasaan. Jika definisi di sini 
ditandai secara hati-hati dan ditulis yaitu bahwa hal ini merupakan salah satu kasus di mana 
teknik-teknik simbolik, atau matematika,  dan  logika membuktikan bahwa definiens dari 
setiap satu dari mereka secara eksklusif mengandung istilah dari bidang logika murni.  
Hempel, CG, 2001, menyatakan    bahwa sistem mandiri  yang stabil tentang  prinsip dasar 
adalah ciri khas dari teori matematika; model matematika dari beberapa proses alami atau 
perangkat teknis pada dasarnya adalah sebuah model yang  yang stabil tentang  yang dapat 
diselidiki secara independen dari "aslinya "dan, dengan demikian, kemiripan model dan" asli 
"hanya menjadi terbatas, hanya model tersebut dapat diselidiki oleh matematikawan. Hempel 
berpikir bahwa  setiap upaya untuk menyempurnakan model  yaitu untuk mengubah definisi 
untuk mendapatkan kesamaan lebih dengan "asli", mengarah ke model baru yang harus tetap 
stabil, untuk memungkinkan penyelidikan matematika, dengan itu, teori-teori matematika 
adalah bagian dari ilmu kita yang bisa secara  terus melakukannya jika kita bangun. Hempel 
menyatakan bahwa model matematika tidak terikat dengan  ke "aslian" sumbernya; akan 
tetapi terlihat bahwa beberapa model dibangun dengan buruk, dalam arti korespondensi untuk 
"aslian" sumber mereka, namun yang matematikawan investigasi berlangsung dengan sukses. 
Menurut dia, sejak model matematis didefinisikan dengan tepat, "tidak perlu lagi " "keaslian" 
nya sumber lagi. Satu dapat mengubah model atau memperoleh beberapa model baru tidak 
hanya untuk kepentingan korespondensi dengan sumber "asli", tetapi juga untuk percobaan 
belaka. Dengan cara ini orang dapat memperoleh berbagai model dengan mudah yang tidak 
memiliki "sumber asli" nya, yaitu sebuah cabang matematika yang telah dikembangkan yang 
tidak memiliki dan tidak dapat memiliki aplikasi untuk masalah yang nyata.  
Hempel, CG, 2001, mencatat bahwa, dalam matematika, teorema dari teori apapun terdiri 
dari dua bagian  - premis dan kesimpulan, karena itu, kesimpulan dari teorema berasal tidak 
hanya dari himpunan aksioma, tetapi  juga dari premis yang khusus untuk  teorema tertentu; 
dan premis ini  bukan  perpanjangan dari sistemnya. Dia menyadari bahwa teori-teori 
matematika yang terbuka untuk gagasan-gagasan baru, dengan demikian, di Kalkulus setelah 
konsep kontinuitas  terhubung  maka  berikut diperkenalkan: titik diskontinyu,  kontinuitas, 
kondisi Lipschitz, dll dan semua ini tidak bertentangan dengan tesis tentang  karakter 
aksioma,  prinsip dan aturan inferensi, namun tidak memungkinkan "matematika bekerja"  
dengan menganggap teori-teori matematika sebagai yang sesuatu tetap. Kemerling, G., 2002, 
menjelaskan bahwa pada pergantian abad kedua puluh, filsuf mulai mencurahkan perhatian 
terhadap dasar-dasar sistem logis dan matematis, karena dua ribuan tahun logika Aristotelian 
tampak penjelasan yang lengkap dan final dari akal manusia, namun geometri Euclid juga 
tampaknya aman, sampai Lobachevsky dan Riemann menunjukkan bahwa konsepsi alternatif tidak hanya mungkin tetapi berguna dalam banyak aplikasi. Dia menyatakan bahwa upaya-
upaya serupa untuk berpikir ulang struktur logika mulai akhir abad kesembilan belas di mana 
John Stuart Mill mencoba untuk mengembangkan sebuah rekening komprehensif pemikiran 
manusia yang difokuskan pada induktif daripada penalaran deduktif; bahkan penalaran 
matematika, John Stuart Mill seharusnya, dapat didasarkan pada pengamatan empiris. 
Kemerling summep up yang banyak filsuf dan matematikawan Namun, mengambil 
pendekatan yang berbeda. 
Ia menjelaskan bahwa Logika adalah studi tentang kebenaran yang diperlukan dan metode 
sistematis untuk mengekspresikan dengan jelas dan rigourously menunjukkan kebenaran 
tersebut; logicism adalah teori filsafat tentang status kebenaran matematika, yakni, bahwa 
mereka secara logis diperlukan atau analitik. Disarankan bahwa untuk memahami  logika 
pertama-tama perlu untuk memahami perbedaan penting antara proposisi kontingen, yang 
mungkin atau mungkin tidak benar, dan proposisi perlu, yang tidak bisa salah; logika adalah 
bukti untuk membangun, yang memberikan kita konfirmasi yang dapat diandalkan kebenaran 
proposisi terbukti. Logika dapat didefinisikan sebagai bersangkutan dengan metode untuk 
penalaran. Sistem logical kemudian formalisations satu metode yang tepat dan kebenaran 
logis adalah mereka dibuktikan dengan metode yang benar. Kebenaran-kebenaran 
matematika karena itu kontingen, namun untuk logicism, kebenaran matematika adalah sama 
dalam semua kemungkinan dunia, karena mereka tidak tergantung pada keberadaan 
himpunan, hanya pada konsistensi anggapan bahwa  himpunan  yang dibutuhkan ada;  sejak 
benar dalam himpunaniap dunia yang mungkin, matematika harus logis diperlukan. 
Shapiro, S., 2000, bersikeras bahwa,  logika adalah cabang kedua matematika dan cabang 
filsafat; bahasa formal, sistem deduktif, dan model-teori semantik adalah objek matematika 
dan, dengan demikian, ahli logika yang tertarik pada mereka matematika sifat dan hubungan. 
Menurut Shapiro, logika adalah studi tentang penalaran yang benar, dan penalaran 
merupakan kegiatan, epistemis mental, dan karena itu menimbulkan pertanyaan mengenai 
relevansi filosofis aspek matematis dari logika; bagaimana deducibility dan validitas, sebagai 
properti bahasa formal, berhubungan dengan penalaran yang benar, apa hasil matematika 
dilaporkan di bawah ini ada hubungannya dengan masalah filosofis asli. Beberapa filsuf 
menyatakan bahwa kalimat deklaratif bahasa alam telah mendasari bentuk logis dan bahwa 
bentuk-bentuk yang ditampilkan oleh formula bahasa formal. WVO Quine menyatakan 
bahwa bahasa alam harus teratur, dibersihkan untuk pekerjaan ilmiah dan metafisik yang 
serius, salah sesuatu yg diinginkan perusahaan adalah bahwa struktur logis dalam bahasa 
diperintah harus transparan. Oleh karena itu, bahasa formal adalah model matematika dari 
bahasa alami, sebuah bahasa formal menampilkan fitur tertentu  dari bahasa alam, atau 
idealisasi dari padanya, sementara mengabaikan atau menyederhanakan fitur lainnya. Shapiro 
menyatakan bahwa tujuan dari model matematika adalah untuk menjelaskan apa yang mereka 
model, tanpa mengklaim bahwa model tersebut akurat dalam semua hal atau bahwa model 
harus mengganti apa itu model. 
Kemerling, G. 2002, menjelaskan bahwa titik puncak dari pendekatan baru untuk logika 
terletak pada kapasitasnya untuk menerangi sifat penalaran matematika, sedangkan kaum 
idealis berusaha untuk mengungkapkan hubungan internal dari realitas absolut dan pragmatis ditawarkan untuk memperhitungkan manusia Permintaan sebagai pola longgar investigasi, 
ahli logika baru berharap untuk menunjukkan bahwa hubungan paling signifikan antara dapat 
dipahami sebagai murni formal dan eksternal. Kemerling mencatat bahwa matematikawan 
seperti Richard Dedekind menyadari bahwa atas dasar ini dimungkinkan untuk membangun 
matematika tegas dengan alasan logis, sedangkan Giuseppe Peano telah menunjukkan pada 
1889 bahwa semua aritmatika dapat dikurangi ke sistem aksiomatis dengan hati-hati dibatasi 
himpunan awal mendalilkan . Pada sisi lain, Frege segera berusaha untuk mengekspresikan 
mendalilkan dalam notasi simbolik temuannya sendiri, dan dengan 1913, Russell dan 
Whitehead  telah menyelesaikanmonumental Principia Mathematica (1913), dengan tiga 
volume besar untuk bergerak dari sebuah aksioma logis saja melalui definisi nomor bukti 
bahwa "1 + 1 = 2." Kemerling menyatakan bahwa meskipun karya Gödel dibuat menghapus 
keterbatasan  dari pendekatan ini, signifikansi bagi pemahaman kita tentang logika dan 
matematika tetap undimmed. 
Pietroski, P., 2002, bersikeras yang menarik bagi bentuk logis muncul dalam konteks upaya 
untuk mengatakan lebih banyak tentang perbedaan antara kesimpulan intuitif sempurna, yang 
mengundang metafora keamanan dan kedekatan, dan kesimpulan yang melibatkan risiko 
tergelincir dari kebenaran kepalsuan . Dia menyatakan bahwa pemikiran kuno adalah bahwa 
kesimpulan tanpa cela menunjukkan pola yang dapat dicirikan oleh skema abstrak dari isi 
tertentu dari tempat tertentu dan kesimpulan, dengan demikian mengungkapkan bentuk 
umum bersama banyak kesimpulan sempurna lainnya; bentuk seperti, bersama dengan 
kesimpulan bahwa contoh mereka, dikatakan valid. Pietroski diuraikan kesimpulan Stoik 
mencerminkan bentuk abstrak: jika pertama kemudian yang kedua, dan yang pertama, maka 
yang kedua. Oleh karena itu, Stoik dirumuskan yaitu skemata lain yang valid. Jika pertama 
kemudian yang kedua, tetapi tidak yang kedua, jadi bukan yang pertama; Entah pertama atau 
kedua, tetapi tidak yang kedua, jadi yang pertama, dan tidak baik yang pertama dan kedua, 
tapi yang pertama, sehingga tidak yang kedua . 
 
Pietroski, P., 2002, menyatakan bahwa formulasi skema logis memerlukan variabel dalam 
proposisi; proposisi adalah istilah seni untuk apapun variabel di atas direpresentasikan dalam 
berbagai berani lebih dan dengan demikian merupakan hal-hal yang bisa benar atau salah, 
sebab mereka adalah tempat potensial / yaitu kesimpulan. hal yang bisa mencari dalam 
kesimpulan yang valid. Dia mengatakan bahwa kesimpulan dapat menjadi proses mental 
dimana pemikir menarik kesimpulan dari beberapa tempat, atau proposisi pemikir akan 
menerima mungkin sementara atau hipotetis jika dia menerima lokasi dan kesimpulan, 
dengan satu proposisi ditunjuk sebagai konsekuensi dugaan orang lain. Dia mencatat bahwa 
tidak jelas bahwa semua kesimpulan sempurna adalah contoh dari beberapa bentuk yang 
valid, dan dengan demikian kesimpulan yang impeccability adalah 
karena bentuk proposisi-proposisi yang relevan, tetapi pikiran ini menjabat sebagai ideal 
untuk studi inferensi, himpunanidaknya sejak pengobatan Aristoteles tentang contoh seperti. 
Menurut dia, Aristoteles membahas berbagai kesimpulan tertentu, yang disebut silogisme, 
yaitu melibatkan quantificational proposisi. ditunjukkan dengan kata-kata seperti "setiap 'dan' 
beberapa”.  '. 
 
Pietroski, P., 2002, menggunakan  terminologi  yang sedikit berbeda bahwa  teoretikus lain 
memperlakukan semua elemen umum sebagai predikat, dan proposisi dengan struktur 
tertentu  dan  dikatakan memiliki bentuk kategoris  sebagai berikut: subyek-kata kerja 
penghubung-predikat, dimana sebuah kata kerja penghubung, ditunjukkan dengan kata-kata 
seperti 'adalah' atau 'adalah', link subjek yang  terdiri dari  pembilang dan predikat untuk 
predikat, tetapi dengan merumuskan berbagai schemata inferensi Aristotelian, dengan analisis 
proposisi kompleks, infererences sempurna banyak yang terungkap sebagai kasus bentuk 
silogisme valid. Pietroski menyatakan bahwa para  ahli logika abad pertengahan membahas 
hubungan  logika untuk tata bahasa, ia membedakan bahwa bahasa yang diucapkan harus 
menutupi aspek-aspek tertentu dari struktur logis dan memiliki struktur; mereka terdiri, 
dengan cara yang sistematis, dari kata-kata; dan asumsi adalah bahwa kalimat mencerminkan 
aspek utama bentuk logis, termasuk subjek-predikat struktur. Dia mengakui bahwa menjelang 
akhir abad kedelapan belas, Kant bisa mengatakan tanpa berlebihan  bahwa banyak  logika 
mengikuti jalur tunggal sejak awal,  dan bahwa sejak Aristoteles itu tidak harus menelusuri 
kembali satu langkah. Menurut dia, Kant mengatakan bahwa logika silogisme adalah untuk 
semua tampilan lengkap dan sempurna. 
Hanya ada tiga istilah dalam silogisme, karena kedua istilah dalam kesimpulan sudah dalam 
premisnya, dan satu istilah umum bagi kedua premisnya. Ini mengarah pada definisi berikut: 
predikat dalam kesimpulan disebut suku utama, subjek dalam kesimpulan disebut suku kecil; 
istilah umum disebut term tengah, sedangkan premis yang mengandung istilah utama disebut 
premis utama; dan premis yang mengandung istilah minor disebut premis minor. Silogisme 
selalu ditulis premis mayor, premis minor, kesimpulan, melainkan terbatas pada argumen 
silogisme, dan tidak bisa menjelaskan kesimpulan umum yang melibatkan beberapa argumen. 
Hubungan dan identitas harus  diperlakukan sebagai  hubungan  subjek-predikat, yang 
membuat pernyataan identitas matematika sulit untuk ditangani, dan tentu saja istilah tunggal 
dan proposisi tunggal. 
Pietroski, P., 2002, menjelaskan bahwa dengan demikian, orang mungkin menduga bahwa 
ada relatif sedikit disimpulkan pola dasar, beberapa kesimpulan bisa mencerminkan transisi 
inheren menarik dalam pikiran; jelas bahwa para ahli logika berhak untuk mengambil aturan 
inferensi dari B 'jika A , dan A, maka B 'sebagai sesuatu yang aksiomatis, dan namun, berapa 
banyak aturan yang masuk akal dianggap sebagai fundamental dalam pengertian ini? Dia 
berpendapat bahwa keanggunan teoritis dan teori-teori yang mendukung penjelasan 
mendalam dengan asumsi tereduksi sedikit, dan geometri Euclid telah lama menyediakan 
model untuk bagaimana menyajikan  obyek  pengetahuan sebagai jaringan proposisi yang 
mengikuti dari aksioma dasar beberapa, dan untuk beberapa alasan, dasar pertanyaan 
memainkan peran penting dalam logika abad kesembilan belas dan matematika. Pietroski 
mengambil  karya Boole dan lain-lain untuk menunjukkan bahwa kemajuan dalam hal ini 
adalah mungkin sehubungan dengan kesimpulan logika yang melibatkan variabel 
proposisional;  namun silogisme  tetap tidak dapat disatukan  dan tidak lengkap, yang 
berhubungan dengan alasan lain dari gagalnya logika tradisional / tata bahasa. Dalam pengembangan matematika modern, notasi Frege dirancang pertama yang cocok 
untuk membangun matematika formal. Notasi yang  lebih presisi  memungkinkan  Russell 
untuk menemukan  kelemahan dalam penalaran yang mereka  dukung, yang dikenal sebagai 
paradoks Russell. Hal ini pada gilirannya mendorong perkembangan lebih lanjut dalam 
pemahaman kita tentang teori formal, khususnya, mereka menghasilkan axiomatization teori 
himpunan  yang  didukung oleh intuisi semantik yang merupakan iteratif  konsepsi yang 
ditetapkan. Hal  utama dari metode analisis logis formal adalah penggunaan model 
matematika untuk menjabarkan arti dari konsep yang dipertimbangkan; ini membawa unsur 
semantik ke latar depan dan mendorong pengakuan bahwa ketika kita ingin menggunakan 
bahasa secara tepat kita harus memilih arti yang tepat  pula, dengan  menganggap bahwa 
makna yang tepat yang bisa didapatkan dari preseden, dapat dilakukan. 
Pada sisi lain, Kemerling, G., 2002, menyatakan  bahwa William Hamilton menyarankan 
bahwa kuantifikasi predikat terkandung dalam proposisi kategoris tradisional mungkin 
mengizinkan interpretasi aljabar  yang isinya merupakan  pernyataan eksplisit  dari identitas; 
pandangan ini didorong Augustus De Morgan  yang  mengusulkan ekspresi simbolis dari  
kopula sebagai hubungan logis murni, yang resmi mendapatkan fitur dalam konteks yang 
berbeda banyak. Dia mencatat bahwa Teorema De Morgan  sama baiknya  untuk  himpunan 
irisan, himpunan gabungan, dan dalam logika  dan disjungsi, De Morgan juga menjelajahi 
gagasan Laplace probabilitas sebagai derajat keyakinan rasional yang bisa jatuh antara 
kepastian sempurna dari kebenaran atau kepalsuan. Selanjutnya, Kemerling  menjelaskan 
bahwa George Boole menyelesaikan transformasi ini dengan secara eksplisit dan menafsirkan 
logika kategoris dengan referensi himpunan  dari hal-hal dimana logis /  himpunan-teoritis / 
matematika relasi terus di antara kelas tersebut dapat dinyatakan  setidaknya juga dalam 
"aljabar Boolean". Kemerling mencatat bahwa Leonhard Euler, dan John Venn menunjukkan, 
hubungan ini dapat direpresentasikan dalam diagram topografi, model  fitur validitas yang 
formal;dan semua perkembangan ini mendorong para filsuf  untuk memeriksa isomorfisma 
logika dan matematika lebih dekat. 
Ia menjelaskan bahwa logika tradisional adalah istilah yang longgar untuk tradisi logis yang 
berasal dari Aristoteles dan  banyak berubah sampai munculnya logika predikat modern di 
akhir abad kesembilan belas, dan asumsi mendasar dalam logika tradisional adalah bahwa 
proposisi terdiri dari dua istilah dan bahwa proses penalaran pada gilirannya dibangun dari 
proposisi; istilah adalah bagian dari  mewakili sesuatu, tetapi yang tidak benar atau salah 
dalam dirinya sendiri; proposisi terdiri dari dua istilah, di mana satu istilah ditegaskan dan 
yang lainnya  kebenaran atau kepalsuan; silogisme adalah kesimpulan yang salah satu 
proposisi berikut kebutuhan dari dua orang lain. Dalam logika , "proposisi" hanyalah sebuah 
bentuk bahasa: jenis kalimat tertentu, dalam subjek dan predikat digabungkan, sehingga 
untuk menyatakan sesuatu benar atau salah, itu bukan pikiran, atau entitas yang abstrak atau 
apapun; kata "propositio" berasal dari bahasa Latin, yang berarti premis pertama dari 
silogisme. Aristoteles menggunakan premis kata (protasis) sebagai kalimat yang menegaskan 
atau menyangkal satu hal lain sehingga premis juga merupakan bentuk kata-kata. Namun, 
dalam logika filsafat modern, sekarang berarti apa yang ditegaskan sebagai hasil dari 
mengucapkan kalimat, dan dianggap sebagai sesuatu yang aneh mental atau disengaja. Kualitas proposisi adalah apakah itu positif atau negatif. Dengan demikian "setiap orang 
adalah fana" adalah ya, karena "fana" ditegaskan dari "manusia"; "Tidak ada pria abadi" 
adalah negatif, karena "abadi ditolak dari" manusia ", sedangkan, kuantitas proposisi adalah 
apakah itu universal atau tertentu. 
Logika Aristoteles, juga dikenal sebagai silogisme, adalah jenis tertentu dari logika yang 
dibuat oleh Aristoteles, terutama dalam karya-karyanya Sebelum Analytics dan De 
Interpretatione, tetapi kemudian dikembangkan menjadi apa yang dikenal sebagai logika 
tradisional atau Logika Jangka. Aristoteles membuat 4 macam kalimat terukur, masing-
masing  yang mengandung subjek dan predikat: afirmatif yang universal yaitu S  setiap P; 
yaitu negatif yang universal tidak S adalah P; yaitu afirmatif  tertentu beberapa S adalah P, 
dan negatif tertentu tidak setiap S adalah P. Ada berbagai cara untuk menggabungkan kalimat 
tersebut ke dalam silogisme, keduanya valid dan tidak valid; di zaman abad pertengahan, 
logika Aristotelian diklasifikasikan  setiap kemungkinan dan memberi mereka nama. 
Aristoteles juga mengakui bahwa setiap jenis memiliki kalimat, misalnya, kebenaran 
universal yang memerlukan sebuah afirmatif kebenaran afirmatif tertentu yang sesuai, serta 
kesalahan negatif yang sesuai negatif dan tertentu universal. 
Moschovakis, J., 2002, bersikeras bahwa logika intuitionistic meliputi prinsip-prinsip 
penalaran  logis yang digunakan oleh LEJ Brouwer dalam mengembangkan matematika 
intuitionistic nya, secara filosofis, intuitionism berbeda dari logicism dengan memperlakukan 
logika sebagai bagian dari matematika bukan sebagai dasar dari matematika ; dari finitism 
dengan memungkinkan penalaran tentang koleksi tak terbatas, dan dari Platonisme dengan 
melihat objek matematika sebagai konstruksi mental yang tanpa keberadaan yang ideal 
independen. Moschovakis menyatakan bahwa program formalis Hilbert, untuk membenarkan 
matematika klasik dengan mengurangi ke sistem formal yang konsistensi harus ditetapkan 
dengan cara finitistic, adalah saingan kontemporer paling ampuh untuk intuitionism Brouwer 
's berkembang. Pada  tahun 1912 Intuitionism  dan Formalisme Brouwer  dengan  tepat 
memprediksikan bahwa setiap upaya untuk membuktikan konsistensi induksi lengkap tentang 
bilangan alam akan mengakibatkan lingkaran setan. 
Banyak filsuf telah mengambil matematika menjadi paradigma pengetahuan, dan penalaran 
yang digunakan dalam mengikuti bukti matematika sering dianggap sebagai lambang 
pemikiran rasional, namun matematika juga merupakan sumber yang kaya masalah filosofis 
yang menjadi pusat epistemologi dan metafisika sejak awal filsafat Barat; di antara yang 
paling penting adalah sebagai berikut: bilangan nol dan entitas matematika lainnya ada secara 
independen dari kognisi manusia; Jika tidak maka bagaimana kita menjelaskan penerapan 
matematika yang luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan urusan praktis?? Jika demikian maka 
apa hal yang mereka  dan bagaimana kita bisa tahu tentang mereka;? Dan Apa hubungan 
antara matematika dan logika? (. Filsafat Matematika, http://Googlesearch) Pertanyaan 
pertama adalah pertanyaan metafisik dengan kedekatan dekat dengan pertanyaan tentang 
keberadaan entitas lain seperti universal, sifat dan nilai-nilai, sesuai dengan banyak filsuf, 
jika entitas tersebut ada maka mereka sehingga di luar ruang dan waktu, dan mereka tidak 
memiliki kekuatan kausal, mereka sering disebut abstrak dibandingkan dengan entitas beton.  Jika kita menerima keberadaan objek matematika abstrak maka epistemologi yang memadai 
matematika harus menjelaskan bagaimana kita bisa tahu tentang mereka, tentu saja, bukti 
tampaknya menjadi sumber utama pembenaran bagi proposisi matematika tetapi bukti 
bergantung pada aksioma dan pertanyaan tentang bagaimana kita bisa tahu kebenaran dari 
aksioma tetap. Hal ini biasanya berpikir bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran yang 
diperlukan, bagaimana kemudian apakah mungkin bagi terbatas, makhluk fisik yang 
mendiami dunia yang kontingen memiliki pengetahuan tentang kebenaran tersebut? Dua 
pandangan yang luas secara baik yaitu mungkin kebenaran matematika dikenal dengan 
alasan, atau mereka dikenal oleh inferensi dari pengalaman sensorik. Pandangan rasionalis 
mantan diadopsi oleh Descartes dan Leibniz yang juga berpikir bahwa konsep-konsep 
matematika adalah bawaan, sedangkan Locke dan Hume  himpunanuju bahwa kebenaran 
matematika dikenal oleh akal tapi mereka pikir semua konsep-konsep matematika yang 
diperoleh abstraksi dari pengalaman; dan Mill adalah seorang empiris lengkap tentang 
matematika dan memegang kedua bahwa konsep-konsep matematika berasal dari 
pengalaman dan juga bahwa kebenaran matematika adalah benar-benar generalisasi induktif 
dari pengalaman. Sementara itu, penemuan pada pertengahan abad kesembilan belas non-
Euclidean geometri berarti bahwa filsuf dipaksa untuk menilai kembali status geometri 
Euclidean yang sebelumnya telah dianggap sebagai contoh Shinning pengetahuan tertentu di 
dunia, banyak mengambil keberadaan non konsisten  -Euclidean geometri menjadi 
penentangan secara langsung dari kedua Mill dan filsafat Kant tentang matematika. Pada 
akhir abad kesembilan belas penyanyi telah ditemukan berbagai paradoks dalam teori kelas 
dan ada sesuatu krisis dalam dasar matematika. 
 
Pada awal abad kedua puluh kita melihat kemajuan besar dalam matematika dan juga dalam 
logika matematika dan dasar matematika dan sebagian besar isu-isu fundamental dalam 
filsafat matematika dapat diakses oleh siapa saja yang akrab dengan geometri dan aritmatika 
dan yang telah memiliki pengalaman mengikuti matematika bukti. Namun, beberapa 
perkembangan filosofis paling penting dari abad kedua puluh itu dipicu oleh perkembangan 
yang mendalam yang terjadi dalam matematika dan logika, dan apresiasi yang tepat dari 
masalah ini hanya tersedia bagi seseorang yang memiliki pemahaman tentang teori himpunan 
dasar dan menengah logika. Untuk membahas falsafah matematika pada tingkat lanjutan yang 
benar-benar harus memeriksa gagasan yang mencakup bukti dari teorema ketidaklengkapan 
Gödel 's serta membaca tentang berbagai topik dalam filsafat matematika. Nikulin, D., 2004, 
menjelaskan bahwa para ilmuwan kuno dan filsuf yang mengikuti program Platonis-
Pythagoras, dirasakan bahwa matematika dan metode yang dapat digunakan untuk 
menggambarkan alam. Menurut Plato, matematika dapat memberikan pengetahuan tentang 
engsel yang tidak bisa sebaliknya dan karena itu tidak ada hubungannya dengan hal-hal fisik 
pernah lancar, tentang yang hanya ada pendapat yang mungkin benar. Nikulin menyatakan 
bahwa Platonis hati-hati membedakan antara aritmetika dan geometri dalam matematika itu 
sendiri, sebuah rekonstruksi teori Plotinus 'dari nomor, yang mencakup pembagian Plato an 
dari angka ke substansial dan kuantitatif, menunjukkan bahwa angka yang terstruktur dan 
dipahami bertentangan dengan entitas geometris. Secara khusus, angka ini dibentuk sebagai kesatuan sintetis terpisahkan, unit diskrit, sedangkan objek geometris yang terus menerus dan 
tidak terdiri dari bagian tak terpisahkan. 
 
Nikulin, D., 2004, menemukan bahwa Platonis dianggap bahwa obyek matematika dianggap 
entitas intermediate antara hal-hal fisik (obyek) dan niskala, hanya masuk akal, entitas 
(pengertian). Menurut dia, dalam tradisi Platonis, kecerdasan, dilihat dari kategori kehidupan, 
mampu hamil prinsip pertama; ditafsirkan sebagai dan aktualitas murni, intelek selanjutnya 
disajikan melalui perbedaan antara pikiran sebagai berpikir dan berpikir sebagai masuk akal , 
sebagai objek pemikiran yang ada dalam komunikasi terganggu; pada pemikiran, 
bertentangan diskursif, pada dasarnya terlibat dalam argumentasi matematis dan logis, tidak 
lengkap dan hanya parsial. terus menerus dan tidak terdiri dari bagian tak terpisahkan. 
Nikulin menunjukkan bahwa untuk Platonis  alasan diskursif melakukan kegiatannya di 
sejumlah langkah berurutan dilakukan, karena, tidak seperti intelek, tidak mampu mewakili 
obyek pemikiran secara keseluruhan dan kompleksitas yang unik dan dengan demikian harus 
memahami bagian objek dengan sebagian, dalam urutan tertentu. Sementara, Folkerts, M., 
2004, menunjukkan bahwa Platonis percaya bahwa realitas abstrak adalah kenyataan. Dengan 
demikian, mereka tidak memiliki masalah dengan kebenaran karena objek di bagian ideal 
matematika memiliki sifat. Sebaliknya Platonis memiliki masalah epistemologis  - seseorang 
dapat memiliki pengetahuan tentang objek di bagian ideal matematika, mereka tidak dapat 
menimpa pada indera kita dengan cara apapun. 
 Ini mungkin bahwa selama bagian tengah abad ini ada didirikan  untuk sementara waktu 
penasaran stand-off; saat ini baik logicism dan Formalisme ditahan telah gagal, hasil 
ketidaklengkapan Gödel 's telah ikut berperan dalam kedua kasus, tapi intuitionism tetap utuh 
, maka secara filosofis intuitionism menjadi hal utama. Hebat matematika di sisi lain, 
sepanjang mereka menganggap hal ini, mungkin tetap fomalist atau logicist dalam 
kecenderungan, dalam paruh kedua tekanan pada abad ini paradigma klasik telah berkembang 
dari beberapa sumber. Untuk perbedaan pendapat para filsuf telah ditambahkan perbedaan 
pendapat dari ahli matematika yang telah menemukan kesalahan dengan teori himpunan 
klasik sebagai sebuah yayasan, atau yang meragukan perlunya memiliki dasar sama sekali; 
ilmu komputer semakin teoritis telah memasuki arena  ini, dan telah cenderung pengaruh 
radikal. (-----, 1997, Kategori Teori dan Dasar-dasar Matematika RBJ, 
http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm) 
 
Istilah "dasar  atau landasan  matematika" kadang-kadang digunakan untuk bidang tertentu 
dari matematika itu sendiri, yaitu untuk logika matematika, teori himpunan aksiomatik, teori 
bukti dan teori model; pencarian dasar matematika Adalah juga pertanyaan sentral dari 
filosofi matematika: atas dasar apa dapat laporan utama matematika disebut "benar"? 
Paradigma matematika saat ini dominan didasarkan pada teori himpunan aksiomatik dan 
logika formal; semua teorema matematika hari ini dapat dirumuskan sebagai teorema teori 
disusun; kebenaran pernyataan matematika, dalam pandangan ini, kemudian apa-apa kecuali 
klaim bahwa pernyataan itu dapat berasal dari aksioma teori himpunan menggunakan aturan 
logika formal. Namun, pendekatan formalistik tidak menjelaskan beberapa isu seperti mengapa kita harus menggunakan aksioma yang kita lakukan dan bukan orang lain, mengapa 
kita harus  menggunakan aturan logika yang kita lakukan dan bukan lainnya, mengapa 
"benar" pernyataan matematika tampaknya benar dalam dunia fisik; dimana Wigner disebut 
ini sebagai efektivitas yang tidak masuk akal matematika dalam ilmu fisika.  -----, 1997, 
Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. 
http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL. 
 
Kita mungkin mempertanyakan apakah mungkin bahwa semua pernyataan matematika, 
bahkan kontradiksi, dapat diturunkan dari aksioma-aksioma teori mengatur, apalagi, sebagai 
konsekuensi dari teorema ketidaklengkapan Gödel kedua, kita tidak pernah bisa yakin bahwa 
ini tidak terjadi. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa dalam realisme matematika, kadang-
kadang disebut Platonisme, keberadaan dunia objek matematika independen dari manusia ini 
mendalilkan; kebenaran tentang obyek ditemukan oleh manusia, dalam pandangan ini, hukum 
alam dan hukum-hukum matematika memiliki status yang sama, dan "efektivitas" berhenti 
menjadi "masuk akal" dan tidak aksioma kita, tetapi dunia yang sangat nyata dari objek 
matematika membentuk yayasan. Ia menjelaskan bahwa pertanyaan yang jelas, kemudian, 
adalah: bagaimana kita mengakses dunia ini, beberapa teori modern dalam filsafat 
matematika menyangkal keberadaan yayasan dalam arti asli; beberapa teori cenderung 
berfokus pada praktek matematika, dan bertujuan untuk? menggambarkan dan menganalisis 
kerja aktual yang hebat matematika sebagai kelompok sosial, sedangkan, yang lain mencoba 
untuk menciptakan ilmu pengetahuan kognitif matematika, dengan fokus pada kognisi 
manusia sebagai asal dari keandalan matematika ketika diterapkan pada 'dunia nyata', dan 
karena itu, ini teori akan mengusulkan untuk menemukan dasar hanya dalam pemikiran 
manusia, tidak dalam 'tujuan' di luar konstruk. Singkatnya, masalah ini masih kontroversial. 
(-----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. 
Http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL) 
 
Podnieks, K,  1992, berpendapat apakah matematika hanya sebuah ilmu pengetahuan abstrak 
dengan definisi yang ketat yang hanya masalah  pembuktian dan kejam, atau tentang dunia 
fisik tapi kita harus belajar bagaimana menggunakan teori yang tepat tentang apa yang kita 
rasakan di yang kita perlu teori intuisi untuk memungkinkan kita untuk menjaga bagian 
infinitary matematika. Ia menunjukkan bahwa dalam matematika, ini, diakui bahwa masalah 
timbul karena kejelasan un-yang hebat matematika memiliki sekitar hubungan antara metode 
geometris dan metode numerik; metode geometris yang memungkinkan sangat kecil terlalu 
tidak tepat dan ini menyebabkan  pengenalan aritmatika teknik untuk mempelajari analisis 
sangat kecil untuk memberikan kekakuan yang kembali ke ide-ide Pythagoras. Sementara 
Kalderon, ME, 2004,  menyatakan  bahwa untuk mengembalikan "standar Euclidean lama 
kekakuan" dengan memberikan bukti  jelas klaim aritmatika yang memenuhi dua kondisi 
bahwa asumsi himpunaniap eksplisit dinyatakan, dan himpunaniap transisi inferensial adalah 
sesuai dengan aturan mengakui . Dia mengatakan bahwa dorongan baru dari kekakuan dalam 
geometri dan analisis yang telah menuai berbuah dengan mengungkapkan "batas berlaku" 
theorems penting, dengan membuat eksplisit prinsip-prinsip dapat disimpulkan bahwa secara 
implisit memandu penilaian kita kita dapat sampai pada metode umum pembentukan konsep 
yang dapat membantu kita untuk memecahkan pertanyaan matematika terbuka. Kalderon mengklaim bahwa dengan mengurangi jumlah penilaian yang diterima tanpa bukti kita 
mencapai ekonomi teoritis yang berharga, bahkan jika kebenaran adalah jelas masih 
merupakan muka matematis untuk membuktikannya. 
Kalderon, ME, 2004, berpendapat apakah titik proyek Frege untuk membuktikan yang sudah 
jelas atau tidak, apa adalah status epistemologis kebenaran matematika;? Mereka analitik 
apriori, sintetik apriori, atau sintetik aposteriori;? Dan bagaimana adalah angka yang 
diberikan kepada kami; bagaimana media Kant sensibilitas dan menengah Frege nalar? 
Menurut dia, keputusan matematika adalah analitik hanya dalam kasus konsep subjek berisi 
konsep predikat, dan penilaian matematika adalah analitik hanya  dalam kasus penolakan 
adalah kontradiksi-diri. Menurut Kalderon, Kant menganggap konsep sebagai melibatkan 
check list fitur, konsep empiris adalah konsep macam hal encounterable dalam pengalaman 
mana untuk menjadi jenis yang relevan dari hal adalah memiliki fitur secara empiris dapat 
diamati, F1, F2, ..., Fn, yang secara logis independen, karena itu, penghakiman adalah 
analitik hanya dalam kasus daftar fitur yang berhubungan dengan konsep predikat adalah 
bagian dari daftar fitur yang berhubungan dengan konsep subjek. Kalderon mencatat bahwa 
Kant menulis seolah-olah konsep selalu konsep khusus encounterable; ia tidak membuat 
tunjangan untuk konsep relasional atau untuk konsep hal yang tidak teramati dan fitur pada 
daftar tersebut yang seharusnya secara logis  independen, tetapi tidak semua konsep empiris 
sesuai pola ini dan tidak semua konsep memiliki daftar fitur. 
 
Kant, 1787, berpendapat bahwa matematika adalah produk murni alasan, dan terlebih lagi 
adalah benar-benar kimis, ia menemukan bahwa semua kognisi  matematika memiliki 
keganjilan ini dan pertama kali harus menunjukkan konsep dalam intuisi visual dan memang 
apriori, oleh karena itu dalam intuisi yang tidak empiris, tetapi murni; tanpa ini, matematika 
tidak dapat mengambil satu langkah, oleh karena keputusan-keputusannya selalu visual, 
yaitu, intuitif;. sedangkan filsafat harus puas dengan penilaian diskursif dari konsep-konsep 
belaka, dan meskipun mungkin menggambarkan doktrin-doktrinnya melalui sosok visual, 
tidak pernah dapat memperoleh mereka dari itu. Di sisi lain, Kant mengklaim bahwa intuisi 
empiris memungkinkan kita tanpa kesulitan untuk memperbesar konsep yang kita bingkai 
dari suatu obyek dari intuisi, dengan predikat baru, yang intuisi itu sendiri menyajikan secara 
sintetis dalam pengalaman, sedangkan intuisi murni melakukannya juga, hanya dengan 
perbedaan ini , bahwa dalam kasus terakhir penghakiman kimis adalah apriori tertentu dan 
apodeictical, dalam, mantan hanya posteriori dan empiris tertentu; karena yang terakhir ini 
hanya berisi apa yang terjadi pada intuisi empiris kontingen, tetapi yang pertama, yang tentu 
harus ditemukan dalam intuisi murni. Menurut Kant, karena intuisi adalah suatu representasi 
sebagai segera tergantung pada keberadaan objek, tampaknya tidak mungkin untuk intuisi 
dari awal apriori, karena intuisi akan dalam acara yang berlangsung tanpa baik mantan atau 
benda hadir untuk merujuk untuk, dan oleh konsekuensi tidak bisa intuisi. 
 
Selanjutnya, Kant, 1787, berpendapat bahwa intuisi matematika murni yang meletakkan pada 
dasar  dari semua kognisi dan penilaian yang muncul sekaligus apodiktis dan diperlukan 
adalah Ruang dan Waktu, karena matematika harus terlebih dahulu memiliki semua konsep dalam intuisi, dan matematika murni intuisi murni, maka, matematika harus membangun 
mereka. Menurut Kant, Geometri didasarkan pada intuisi murni ruang, dan, aritmatika 
menyelesaikan konsep angka dengan penambahan berurutan dari unit dalam waktu; dan 
mekanik murni terutama tidak dapat mencapai konsep gerak tanpa menggunakan representasi 
waktu. Kant menyimpulkan bahwa matematika murni, sebagai kognisi kimis apriori, hanya 
mungkin dengan mengacu ada benda selain yang indra, di mana, di dasar intuisi empiris 
mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang apriori. Kant menggambarkan 
bahwa dalam prosedur biasa dan perlu geometers, semua bukti kesesuaian lengkap dari dua 
angka yang diberikan akhirnya datang ini bahwa mereka mungkin dibuat bertepatan; yang 
ternyata tidak lain proposisi kimis beristirahat pada intuisi langsung, dan intuisi ini harus 
murni, atau diberikan secara apriori, jika proposisi tidak dapat peringkat sebagai apodictically 
tertentu, tetapi akan memiliki kepastian empiris saja. Kant selanjutnya menyimpulkan bahwa 
dasar matematika sebenarnya intuisi murni, sedangkan deduksi transendental tentang konsep-
konsep ruang dan waktu menjelaskan, pada saat yang sama, kemungkinan matematika murni. 
 
Kant, 1787, menyatakan bahwa penilaian Matematika semua kimis dan ia berpendapat bahwa 
fakta ini tampaknya sampai sekarang telah sama sekali lolos dari pengamatan mereka yang 
telah dianalisis akal manusia; bahkan tampaknya langsung menentang semua dugaan mereka, 
meskipun tak diragukan tertentu, dan yang paling penting dalam konsekuensinya. Lebih 
lanjut ia menyatakan bahwa untuk saat ditemukan bahwa kesimpulan yang hebat matematika 
semua berjalan sesuai hukum kontradiksi seperti yang dituntut oleh semua kepastian 
apodiktis, pria meyakinkan dirinya sendiri bahwa prinsip-prinsip dasar yang dikenal dari 
hukum yang sama. "Ini adalah kesalahan besar", katanya. Dia kemudian menyampaikan 
alasan bahwa untuk proposisi sintetis memang bisa dipahami menurut hukum kontradiksi, 
tetapi hanya dengan mengandaikan lain proposisi sintetis dari yang berikut, tetapi tidak 
pernah dalam dirinya sendiri. Kant mengemukakan bahwa semua prinsip-prinsip geometri 
tidak kurang analitis, ia mengklaim bahwa atribut sesak karena itu sama sekali tambahan, dan 
tidak dapat diperoleh oleh  himpunaniap analisis konsep, dan visualisasi yang harus datang 
untuk membantu kita, dan oleh  karena itu saja membuat sintesis mungkin. Kant berusaha 
untuk menunjukkan bahwa dalam kasus proposisi identik, sebagai metode Rangkaian, dan 
bukan sebagai prinsip, e. g., a = a, keseluruhan adalah sama dengan dirinya, atau a + b> a, 
keseluruhan lebih besar dari bagiannya dan menyatakan bahwa meskipun mereka diakui 
sebagai sah dari konsep-konsep belaka, mereka hanya diperkenankan dalam matematika, 
karena mereka dapat direpresentasikan dalam bentuk visual. 
Kalderon, ME, 2004, terpapar bahwa penilaian analitik adalah mereka yang menyangkal 
adalah kontradiksi-diri, dan karakterisasi ini adalah hanya sebagai baik sebagai logika dasar, 
tetapi Kant masih menerima logika lama yang diwarisi dari Aristoteles. Selanjutnya, 
Kalderon mengklaim bahwa karakterisasi penahanan konseptual hanya berlaku untuk 
penilaian afirmatif universal, yaitu, penilaian dari bentuk "Semua Sebagaimana B.", Dan 
karakterisasi logis memiliki jangkauan yang lebih luas penerapannya karena tidak terbatas 
pada afirmatif yang universal penilaian. Kalderon berpendapat bahwa reconstrual Frege dari 
gagasan Kant tentang analyticity sekaligus menyelesaikan kesulitan dan menyatukan 
karakterisasi yang berbeda; kebenaran adalah analitik hanya dalam kasus itu bisa diubah menjadi sebuah kebenaran logis oleh substitusi sinonim untuk sinonim, sementara kebenaran 
logis adalah kebenaran yang dapat dibuktikan dari logika saja. Kalderon mengklaim bahwa 
penolakan sebuah kebenaran logis adalah kontradiksi-diri, sehingga karakterisasi Frege 
adalah  himpunania dengan semangat karakterisasi logis; bahwa kebenaran logis tiba di 
melalui substitusi sinonim untuk sinonim explicates metafora Kant penahanan konseptual. 
Kalderon lebih lanjut menegaskan bahwa sedangkan Kant mengklaim bahwa penilaian 
analitik tidak bisa memperpanjang klaim Frege pengetahuan yang mereka bisa; menurut 
Frege, perbedaan ini disebabkan konsepsi miskin Kant tentang pembentukan konsep 
diberikan kehimpunaniaan kepada logika lama. 
Kalderon, ME, 2004, bersikeras bahwa konsep-konsep baru yang didapat dengan operasi 
persimpangan dan inklusi, dan diberikan logika tua, membentuk konsep baru selalu masalah 
pemanfaatan batas-batas wilayah yang ditetapkan oleh konsep antecedently diberikan; dan 
Frege mempertahankan bahwa, mengingat logika barunya, ada kemungkinan menggambar 
batas-batas baru. Namun, mendefinisikan konsep-konsep baru dengan cara ini lisensi kita 
untuk menarik kesimpulan bahwa kami tidak berlisensi untuk menarik sebelumnya, sehingga 
memperluas pengetahuan kita. Kalderon menyatakan bahwa S kebenaran apriori hanya jika 
terdapat bukti dari S yang tidak bergantung pada fakta-fakta dasar tentang objek tertentu, 
yaitu, kalau-kalau terdapat himpunanidaknya satu bukti S yang hanya melibatkan kebenaran 
umum sebagai tempat. Menurut Kalderon, Frege tampaknya telah memberikan karakterisasi 
logis dari apa yang sebelumnya telah ditafsirkan sebagai gagasan epistemologis; Frege 
dirasakan bahwa pengetahuan aposteriori tergantung pada pengalaman untuk pembenaran, 
dan itu hanya informatif jika pengalaman dapat ditentukan secara independen dari peran 
normatif . Kalderon mengklaim bahwa dasar matematika adalah terutama karya matematika 
meskipun karakter informal. Dia mencatat bahwa Frege hanya menjawab pertanyaan filosofis 
konfigurasi ulang oleh mereka untuk memiliki  jawaban matematika, dan motivasi 
matematika Frege yang tidak asli menurut standar akhir matematika abad ke-19 dan mungkin 
kebenaran adalah suatu tempat di antara. 
Kalderon, ME, 2004, menyatakan bahwa aritmetika adalah analitik apriori; menjadi analitik, 
kebenaran aritmatika harus ditransformasikan ke dalam kebenaran logis oleh substitusi 
sinonim untuk sinonim, dan untuk bersikap apriori, kebenaran aritmatika harus memiliki 
himpunanidaknya satu bukti dari tempat murni umum. Kalderon menyatakan bahwa Frege 
harus melaksanakan proyek matematika untuk menentukan apa aritmatika sejauh dapat 
dibuktikan dari logika dan definisi saja. Di sisi lain, dalam kaitannya dengan motivasi 
matematika, Kalderon bersikeras bahwa menemukan bukti mana bukti tersedia selalu 
kemajuan matematika bahkan jika batas-batas keabsahan teorema benar-benar jelas dan 
teorema secara universal dianggap sebagai jelas. Menurut Kalderon, dalam mengungkap 
dependensi logis antara pemikiran ilmu hitung, satu secara eksplisit mengartikulasikan 
konten mereka sehingga memperjelas materi pelajaran aritmatika; untuk dibenarkan dalam 
pendapat matematika seseorang adalah untuk membawa mereka sejalan dengan urutan 
ketergantungan objektivitas antara pemikiran ilmu hitung diungkapkan oleh bukti matematis, 
karena itu, menemukan bukti mana bukti yang tersedia adalah kemajuan matematika sejauh 
pembenaran pendapat matematika tergantung di atasnya, yang pertama tergantung pada klaim filosofis tentang konten, yang kedua tergantung pada klaim filosofis tentang pembenaran. 
Selanjutnya, Kalderon, ME, 2004, berpendapat bahwa kasus Frege untuk klaim bahwa 
aritmatika adalah analitik apriori memiliki tiga komponen yang merupakan argumen positif 
tunggal, sanggahan alternatif yang masih ada, yakni argumen terhadap Kant, dan definisi dan 
sketsa bukti Frege kasus di mana hanya akan selesai ketika definisi dan sketsa bukti secara 
formal dilaksanakan dalam bahasa Begriffsschrift. Menurut Frege, kebenaran aritmatika 
mengatur semua yang dpt dihitung, ini adalah domain terluas dari semua, karena untuk itu 
milik tidak hanya yang sebenarnya, tidak hanya intuitable, tapi masuk akal semuanya. 
Brouwer kemudian mengembangkan teori himpunan dan teori pengukuran serta teori fungsi, 
tanpa menggunakan prinsip dikecualikan tengah, ia adalah yang pertama untuk membangun 
sebuah teori matematika menggunakan logika selain yang biasanya diterima. 
(Http://home.mira.net/ ~ andy / karya / value.htm). Jadi, dia dikenal sebagai intuinists yang 
mengusulkan falsafah matematika tanpa dasar, sedangkan Kant sort untuk aritmatika dasar 
dalam pengalaman waktu dan geometri dalam pengalaman ruang, Brouwer mencoba untuk 
memperhitungkan semua matematika dalam hal intuisi yaitu sadar pengalaman waktu. 
Intuitionism bentrok dengan matematika klasik sejauh Brouwer menyatakan bahwa tidak ada 
kebenaran di luar pengalaman, dan karenanya bahwa hukum tengah dikecualikan tidak dapat 
diterapkan pada semua pernyataan matematika yaitu di bagian infinitary tertentu matematika 
adalah tak tentu berkaitan dengan beberapa sifat . 
Bridges, D., 1997, menunjukkan bahwa dalam filsafat Brouwer 's, matematika adalah ciptaan 
bebas dari pikiran manusia, dan objek ada jika dan hanya jika dapat dibangun mental. 
Podnieks, K., 1992, menunjukkan bahwa Hilbert pada tahun 1891 berhasil memproduksi 
terus menerus, namun tidak satu-ke-satu, pemetaan dari suatu segmen ke persegi panjang, 
dan disimpan gagasan dimensi dengan membuktikan bahwa Dedekind yang tepat yang terus 
menerus satu ke-satu korespondensi antara kontinum dari dimensionalities berbeda adalah 
mustahil. Podnieks, K., 1992, terkena pekerjaan Brouwer dari rangkaian hipotesa yang 
disebut, di mana dengan berbagai terbatas  himpunan  poin penyanyi menetapkan bahwa 
semua terbatas himpunan dia bisa menghasilkan, terbagi dalam dua kategori: himpunan dpt 
dihitung yaitu  himpunan  yang bisa dihitung dengan menggunakan bilangan asli dan 
himpunan yang himpunanara dengan seluruh kontinum yaitu himpunan semua bilangan real. 
Menurut Podnieks, penyanyi sendiri tidak dapat menghasilkan  himpunan  "kekuatan 
menengah", himpunan terhitung yaitu titik yang tidak himpunanara dengan seluruh kontinum, 
inilah mengapa ia menduga bahwa  himpunan  tersebut tidak ada dan dugaan ini dikenal 
sebagai kontinum hipotesis menurut Brouwer yang himpunaniap rangkaian tak terbatas poin 
baik adalah terhitung, atau  himpunanara dengan seluruh kontinum. 
 
Podnieks, K., 1992, bersikeras bahwa intuitionism memeluk dua teori filosofis penting yaitu 
Ajaran Brouwer yang benar adalah menjadi berpengalaman, apapun ada berawal pada pikiran 
sadar kita. Menurut Brouwer, obyek matematika bersifat abstrak, apriori, bentuk intuisi kita, 
Dia percaya bahwa pikiran hanya adalah miliknya sendiri, dan kurang peduli dengan antar-
subjektivitas dari Immanuel Kant. Brouwer menolak klaim intuisi apriori ruang, melainkan ia 
berpikir matematika didasarkan sepenuhnya pada intuisi apriori waktu. Menurut Posy, Brouwer percaya bahwa struktur panduan waktu semua kegiatan sadar dan keberadaan non-
Euclidean geometri melarang intuisi yang satu apriori ruang. Posy menjelaskan bahwa 
Brouwer harus merekonstruksi bagian-bagian tertentu dari matematika diberikan kendala 
sendiri. Program positif intuitionism adalah konstruksi matematika sebagai dibatasi oleh 
Teori Brouwer 's Kesadaran. Program negatif intuitionism berpendapat bahwa matematika 
standar sebenarnya salah atau paling tidak konsisten. Brouwer tidak berpendapat bahwa 
matematika standar tidak konsisten; argumennya didasarkan pada idealisme epistemologis 
nya. Brouwer membuat sedikit perbedaan antara Hilbert dan Platonis. Beberapa konstruksi 
Brouwer 's tergantung pada asumsi bahwa jika proposisi adalah benar, kita bisa mengetahui 
bahwa itu benar. 
Godel, K., 1961, menyatakan bahwa matematika, berdasarkan sifatnya sebagai sebuah ilmu 
apriori, selalu telah, dalam dan dari dirinya sendiri dan, untuk alasan ini, telah lama bertahan 
semangat dari waktu yang telah memerintah sejak yaitu Renaissance, teori empiris 
matematika; matematika telah berkembang menjadi abstraksi yang lebih tinggi, jauh dari 
kejelasan materi dan untuk semakin besar di fondasinya misalnya, dengan memberikan 
landasan yang tepat dari kalkulus dan bilangan kompleks, dan dengan demikian, jauh dari 
sikap skeptis. Namun, sekitar pergantian abad, jam nya disambar antinomi teori  himpunan, 
kontradiksi yang diduga muncul dalam matematika, yang penting itu dibesar-besarkan oleh 
scepticist dan empirisis dan yang dipekerjakan sebagai alasan untuk pergolakan ke kiri. 
Godel menyatakan bahwa,  himpunanelah semua, apa kepentingan matematika adalah apa 
yang dapat dilakukan, dalam kebenaran, matematika menjadi ilmu empiris, jika kita 
membuktikan dari aksioma sewenang-wenang mendalilkan bahwa himpunaniap bilangan asli 
adalah jumlah dari empat kotak, tidak di semua mengikuti dengan pasti bahwa kita tidak akan 
pernah menemukan counter-contoh untuk teorema ini, karena aksioma kami bisa 
himpunanelah semua menjadi tidak konsisten, dan kita dapat mengatakan bahwa itu berikut 
dengan probabilitas tertentu, karena meskipun pemotongan banyak kontradiksi sejauh ini 
ditemukan. Menurut Godel, melalui konsepsi hipotetis matematika, banyak pertanyaan yang 
kehilangan bentuk apakah proposisi A terus atau tidak atau A atau ~ A. 
Godel, K., 1961, berpendapat bahwa formalisme Hilbert mewakili baik dengan semangat 
waktu dan  hakekat matematika  di mana, di satu sisi, sesuai dengan ide-ide yang berlaku 
dalam filsafat dewasa ini, kebenaran dari aksioma dari mana matematika mulai keluar tidak 
dapat dibenarkan atau diakui dengan cara apapun, dan karena itu gambar konsekuensi dari 
mereka memiliki makna hanya dalam pengertian hipotesis, dimana ini gambar dari 
konsekuensi itu sendiri ditafsirkan sebagai permainan belaka dengan simbol menurut aturan 
tertentu, juga tidak didukung oleh wawasan. Lebih lanjut, Godel mengklaim bahwa bukti atas 
kebenaran suatu proposisi sebagai representability dari himpunaniap nomor sebagai jumlah 
dari empat kotak harus memberikan landasan yang aman untuk proposisi bahwa bahwa 
himpunaniap ya-atau-tidak tepat dirumuskan pertanyaan dalam matematika harus memiliki 
jelas -memotong jawaban yaitu satu bertujuan untuk membuktikan bahwa dari dua kalimat A 
dan ~ A, tepat satu selalu dapat diturunkan. Godel mengklaim bahwa tidak keduanya dapat 
diturunkan merupakan konsistensi, dan yang satu selalu bisa benar-benar diturunkan berarti 
bahwa pertanyaan matematika diungkapkan oleh A dapat tegas menjawab. Godel menyarankan bahwa jika seseorang ingin membenarkan dua pernyataan dengan kepastian 
matematika, bagian tertentu dari matematika harus diakui sebagai benar dalam arti filosofi 
kanan tua. 
 
Godel, K., 1961, bersikeras bahwa jika kita membatasi diri dengan teori bilangan asli, adalah 
mustahil untuk menemukan sistem aksioma dan aturan formal di mana untuk  himpunaniap 
proposisi nomor-teori A, A atau ~~~V A akan selalu diturunkan, dan untuk aksioma cukup 
komprehensif matematika, tidak mungkin untuk melaksanakan bukti konsistensi hanya 
dengan merefleksikan kombinasi beton simbol, tanpa memperkenalkan elemen yang lebih 
abstrak. Godel mengklaim bahwa kombinasi Hilbertian materialisme dan aspek matematika 
klasik terbukti mustahil. Godel mempertahankan bahwa hanya ada dua kemungkinan baik 
menyerah aspek kanan lama matematika atau upaya untuk menegakkan mereka dalam 
kontradiksi dengan semangat zaman, ia kemudian menyatakan bahwa: 
Satu hanya menyerah aspek yang akan pemenuhan dalam hal apapun sangat diinginkan dan 
yang memiliki banyak untuk merekomendasikan diri mereka: yaitu, di satu sisi, untuk 
menjaga untuk matematika kepastian pengetahuan, dan di sisi lain, untuk menegakkan 
keyakinan bahwa untuk pertanyaan yang jelas yang ditimbulkan oleh  alasan, alasan juga 
dapat menemukan jawaban yang jelas. Dan seperti yang perlu dicatat, salah satu menyerah 
aspek-aspek ini bukan karena hasil matematika dicapai memaksa seseorang untuk 
melakukannya tetapi karena itu adalah satu-satunya cara mungkin, meskipun hasil ini, untuk 
tetap sesuai dengan filosofi yang berlaku. 
Godel, K., 1961, menegaskan bahwa kepastian matematika adalah harus diamankan tidak 
dengan membuktikan sifat tertentu dengan proyeksi ke sistem bahan yaitu manipulasi simbol-
simbol fisik melainkan dengan mengembangkan atau memperdalam pengetahuan tentang 
konsep-konsep abstrak sendiri yang mengarah pada pengaturan dari sistem mekanik, dan 
selanjutnya dengan mencari, sesuai dengan prosedur yang sama, untuk memperoleh wawasan 
solvabilitas, dan metode aktual untuk solusi, dari semua masalah matematika yang bermakna. 
Namun, Godel bersikeras bahwa untuk memperluas pengetahuan kita tentang konsep-konsep 
abstrak, yaitu untuk membuat konsep-konsep diri yang tepat dan untuk mendapatkan 
wawasan yang komprehensif dan aman ke dalam hubungan mendasar yang hidup di antara 
mereka, yaitu, ke dalam aksioma yang terus bagi mereka, tidak oleh mencoba memberikan 
definisi eksplisit untuk konsep dan bukti untuk aksioma, karena untuk satu yang jelas perlu 
lainnya un-didefinisikan konsep-konsep abstrak dan aksioma induk mereka, jika tidak orang 
akan memiliki apa-apa dari mana orang bisa mendefinisikan atau membuktikan. Godel 
mengklaim bahwa prosedur itu harus terletak dalam klarifikasi makna yang tidak terdiri 
dalam memberikan definisi, ia menyatakan bahwa dalam pembentukan sistematis dari 
aksioma matematika, aksioma baru menjadi jelas dan sama sekali tidak dikecualikan oleh 
hasil negatif yang tetap  himpunaniap jelas diajukan matematika ya atau ada pertanyaan 
dipecahkan dengan cara ini, karena hanya ini menjadi jelas aksioma lebih dan lebih baru atas 
dasar arti dari pengertian primitif bahwa mesin tidak dapat meniru. 
Irvine, AD, 2003, menjelaskan bahwa logicism pertama kali dianjurkan pada abad ketujuh 
belas-an oleh Gottfried Leibniz. Kemudian, ide itu dipertahankan secara lebih rinci oleh Frege Gottlob. Irnine menunjukkan bahwa selama gerakan kritis dimulai pada 1820-an, ahli 
matematika seperti Bernard Bolzano, Niels Abel, Louis Cauchy dan Karl Weierstrass berhasil 
menghilangkan banyak ketidakjelasan dan banyak kontradiksi yang ada dalam teori 
matematika dari hari mereka, dan oleh 1800-an, William Hamilton juga memperkenalkan 
pasangan teratur dari real sebagai langkah pertama dalam memasok secara logis untuk nomor 
kompleks. Irvine menunjukkan bahwa dalam banyak semangat yang sama, Karl Weierstrass, 
Richard Dedekind dan Georg Cantor memiliki juga semua metode dikembangkan untuk 
mendirikan irrationals dalam hal rationals, dan menggunakan karya HG Grassmann dan 
Richard Dedekind,  Guiseppe Peano telah kemudian pergi untuk mengembangkan teori 
rationals berdasarkan axioms sekarang terkenal dengan alam nomor, serta demi hari Frege, 
secara umum diakui bahwa sebagian besar matematika bisa diturunkan dari satu  himpunan 
yang relatif kecil dari gagasan primitif. 
Logicism adalah doktrin bahwa Matematika adalah direduksi ke Logic. Tradisi analitik 
modern dimulai dengan karya Frege dan Russell untuk keduanya matematika adalah 
perhatian sentral. Sebagai logicists menyatakan bahwa pernyataan matematis, jika mereka 
benar sama sekali, adalah benar tentu, maka prinsip-prinsip logika juga biasanya dianggap 
kebenaran yang diperlukan, mungkin maka kebenaran matematika yang benar-benar 
kebenaran logis hanya rumit. Logicism adalah nama yang diberikan untuk program penelitian 
yang diprakarsai oleh Frege dan dikembangkan oleh Russell dan Whitehead tujuan yang 
adalah untuk menunjukkan bagaimana matematika direduksi menjadi logika. Frege mencoba 
untuk memberikan matematika dengan dasar yang logis suara, sayangnya Russel menemukan 
bahwa sistem Frege tidak konsisten; karya terkenal Russell pada teori jenis merupakan upaya 
untuk menghindari paradoks yang menimpa versi Frege dari logicism. (Filosofi Matematika, 
http://Googlesearch.).  Moschovakis, JR, 1999, mengatakan bahwa logika intuitionistic 
meliputi prinsip-prinsip penalaran logis yang digunakan oleh LEJ Brouwer; filosofis, 
intuitionism berbeda dari logicism dengan memperlakukan logika sebagai bagian dari 
matematika bukan sebagai dasar dari matematika, dari finitism dengan memungkinkan ( 
konstruktif) penalaran tentang koleksi tak terbatas, dan dari Platonisme dengan melihat objek 
matematika sebagai konstruksi mental yang tanpa keberadaan yang ideal independen. 
Moschovakis menyatakan bahwa program formalis Hilbert, untuk membenarkan matematika 
klasik dengan mengurangi ke sistem formal yang konsistensi harus ditetapkan dengan cara 
finitistic, adalah saingan kontemporer paling ampuh untuk intuitionism Brouwer 's 
berkembang; ia menolak formalisme semata tetapi mengakui kegunaan potensi merumuskan 
umum prinsip-prinsip logis mengekspresikan konstruksi intuitionistically benar, seperti 
modus ponens. Moschovakis menunjukkan bahwa sistem formal untuk logika proposisional 
dan predikat intuitionistic tersebut dikembangkan oleh Heyting [1930], Gentzen [1935] dan 
Kleene [1952]; dan terjemahan Gödel-Gentzen negatif ditafsirkan logika predikat klasik 
dalam subsistem intuitionistic nya. Dalam [1965] Kripke memberikan semantik terhadap 
yang logika predikat intuitionistic selesai. 
Podnieks, K., 1992, mencatat bahwa menurut intuitionists, persamaan yang melibatkan 
operator numerik dasar seperti, terkait dengan empat kegiatan: menghasilkan angka, melihat 
dua dari mereka bersama-sama, dan mengenali mereka sama dengan ketiga, dan intuitionism standar Brouwer 's hanya membatasi kita untuk apa yang finitary dan menurut teori 
intuisionis, reductio ad absurdum bukti tidak diijinkan untuk membuktikan bahwa sesuatu itu 
ada meskipun mereka diterima untuk hasil  negatif. Brouwer melihat bahwa  himpunan 
algoritma dihitung adalah enumerable yaitu memiliki jumlah kardinal 0, sehingga kita tidak 
bisa membatasi angka nyata untuk himpunan ini, karena kemudian akan tidak memiliki sifat 
bahwa real terhitung miliki. Posy menunjukkan bahwa solusi Brouwer adalah generalisasi 
dari konsep algoritma atau aturan untuk memberikan jumlah tak terhitung algoritma untuk 
memberikan apa yang dibutuhkan untuk real itu adalah gagasan tentang urutan pilihan. 
Brouwer umum algoritma dengan melonggarkan persyaratan bahwa algoritma menjadi 
deterministik dan hasilnya adalah urutan di mana elemen berurutan dapat dipilih dari 
sekumpulan kandidat. Menurut Brouwer, urutan pilihan diberikan oleh aturan deterministik 
untuk memberikan beberapa elemen pertama, dan aturan tidak-selalu-deterministik untuk 
memilih elemen berikutnya. Posy bertanya-tanya apakah mereka adalah sama dan bertemu 
dengan bilangan real yang sama, dia mengatakan bahwa dia tidak dan tidak dapat mengetahui 
hal ini. Dengan demikian, menyebabkan kesimpulan bahwa beberapa pertanyaan penting 
tentang urutan pilihan tidak dijawab dalam jumlah waktu yang terbatas dan dengan demikian, 
tidak ada kebenaran tentang pertanyaan tentang kehimpunanaraan akhir dan kita bahkan tidak 
tahu apakah kita akan tahu menjawab dalam jumlah waktu yang terbatas. Posy 
menyimpulkan bahwa Brouwer harus  himpunan  ulang teori bertepatan dengan konstruksi 
yang lain di mana di bawah versinya menetapkan teori, perbedaan antara unsur satu 
himpunan  dan  himpunan  sendiri kurang  terdefinisi dengan baik. 
 
Dalam hal geometri, Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa Brouwer merasakan  bahwa sifat 
ruang dianggap murni geometris dapat dinyatakan temporal sekali kita mengakui bahwa apa 
yang menjadi ciri struktur waktu adalah bahwa masa depan masih ragu-ragu. Menurut Posy, 
Brouwer percaya bahwa bagian-bagian yang ideal matematika terdiri dari objek yang 
sebenarnya diciptakan dalam pikiran. Di sisi lain, Brouwer mengakui bahwa ada masalah 
dengan urutan pilihan karena fakta bahwa sejumlah nyata diciptakan oleh tindakan pilihan 
tampaknya tidak tepat yang diperlukan tindakan manusia yang Brouwer tidak merasa itu 
harus dimasukkan dalam matematika . Namun, Brouwer telah memperkenalkan metode 
subjek menciptakan untuk menghasilkan bilangan real yang menyebabkan dia menjadi 
seorang matematikawan ideal, ia toke B, dan membagi penelitian ke tahap di mana pada 
himpunaniap tahap ada masalah matematika yang belum terpecahkan sebagai: (n) = ½ jika 
pada tahap n, B belum terbukti atau membantah masalah yang belum terpecahkan, (n) = jika 
pada tahap n, B telah memecahkan masalah. Brouwer mengatakan bahwa proses ini 
membentuk urutan yang adalah bilangan real dan tidak ada tindakan pilihan, namun ada 
prosedur otomatis, menangkap efek yang sama dengan urutan pilihan, tanpa memanfaatkan 
tindakan non-matematika pilihan. Posy disimpulkan bahwa metode ini tidak akan bekerja jika 
masalah belum terpecahkan diselesaikan, sehingga, agar metode subyek menciptakan 
menjadi metode yang dapat diterima, harus ada pasokan yang tak habis-habisnya masalah 
matematika yang tak terpecahkan. Brouwer percaya hal ini benar, namun Hilbert mengatakan 
bahwa tidak akan ada masalah yang tak terpecahkan pada prinsipnya, dimana Brouwer jelas 
bertentangan dengan pandangannya. Menurut teori formalis, kita memiliki konsepsi sangat masuk akal pengetahuan objek dalam 
matematika nyata; sehubungan dengan matematika yang ideal, kita dapat memperoleh 
konsepsi dari objek melalui penggunaan sistem formal. Namun, kebenaran hanya bisa untuk 
bagian nyata dari matematika, tidak ada hal-hal sesuai dengan keyakinan kita di bagian yang 
ideal. Hal ini menghasilkan teori dualistik kebenaran  -  beberapa pemikiran yang benar 
melalui teori, hibrida buatan, sementara yang lain adalah benar melalui cara-cara normal 
(Folkerts, M., 2004). Formalisme terutama terkait dengan David Hilbert yang sering dicirikan 
sebagai pandangan bahwa logika dan matematika adalah permainan yang formal belaka dan 
memiliki legitimasi yang independen dari isi semantik dari formalisme, asalkan kita dapat 
diyakinkan dari konsistensi sistem formal. Program Hilbert untuk menyelesaikan paradoks 
adalah untuk mencari bukti konsistensi finitary untuk seluruh matematika klasik, ini biasanya 
diadakan untuk telah ditunjukkan mungkin oleh teorema ketidaklengkapan kedua Gödel, 
bagaimanapun unsur ketidakpastian tentang apa yang dimaksud dengan finitary membuat ini 
tidak mutlak konklusif.  -----, 1997, Kategori Teori dan Dasar-dasar Matematika, RBJ, 
http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm.  
Sementara itu, Folkerts, M., 2004, menunjukkan bahwa pada tahun 1920 Hilbert mengajukan 
proposal yang paling rinci untuk menetapkan validitas matematika; menurut teori bukti, 
semuanya akan dimasukkan ke dalam bentuk aksioma, memungkinkan aturan inferensi 
menjadi hanya logika dasar, dan hanya mereka kesimpulan yang bisa dicapai dari himpunan 
berhingga dari aksioma dan aturan inferensi itu harus diterima. Dia mengusulkan bahwa 
sebuah sistem yang memuaskan akan menjadi salah satu yang konsisten, lengkap, dan 
decidable; oleh Hilbert konsisten berarti bahwa itu harus mungkin untuk menurunkan kedua 
pernyataan dan negasinya; dengan lengkap, bahwa  himpunaniap pernyataan yang ditulis 
dengan benar harus sedemikian rupa bahwa baik itu atau negasinya adalah diturunkan dari 
aksioma; oleh decidable, bahwa seseorang harus memiliki algoritma yang menentukan dari 
himpunaniap pernyataan yang diberikan apakah itu atau negasinya dapat dibuktikan. Menurut 
Hilbert, sistem seperti itu ada, misalnya, orde pertama predikat kalkulus, tapi tidak ada yang 
ditemukan mampu memungkinkan matematikawan untuk melakukan matematika yang 
menarik. 
 
Hilbert, D., 1972, menunjukkan bahwa itu Brouwer menyatakan bahwa pernyataan eksistensi 
ada artinya dalam diri mereka kecuali mereka mengandung pembangunan objek menegaskan 
ada, adalah scrip tidak berharga, dan penggunaannya menyebabkan matematika untuk 
berubah menjadi sebuah permainan. Hilbert Brouwer mencatat urusan sehubungan dengan 
celaan bahwa matematika akan berubah menjadi sebuah permainan dengan mengklaim 
bahwa sumber teorema eksistensi murni adalah c-aksioma logis, di mana pada gilirannya 
pembangunan dari semua proposisi yang ideal tergantung, ia berpendapat sejauh dari 
permainan rumus dimungkinkan berhasil. Menurut Hilbert, permainan rumus memungkinkan 
kita untuk mengungkapkan isi pikiran-seluruh ilmu matematika dengan cara yang seragam 
dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga, pada saat yang sama, interkoneksi antara 
proposisi individu dan fakta menjadi jelas; untuk membuatnya menjadi kebutuhan universal 
yang  himpunaniap rumus individu maka akan ditafsirkan dengan sendirinya tidak berarti wajar, sebaliknya, sebuah teori pada dasarnya adalah seperti yang kita tidak perlu untuk jatuh 
kembali pada intuisi atau makna di tengah-tengah beberapa argumen. 
Hilbert, D., 1972, menyatakan bahwa nilai bukti keberadaan murni justru terdiri bahwa 
konstruksi individu dihilangkan oleh mereka dan bahwa konstruksi yang berbeda banyak 
yang digolongkan di bawah satu ide fundamental, sehingga  hanya apa yang penting untuk 
membuktikan menonjol jelas ; singkatnya dan pemikiran ekonomi adalah raison d'etre dari 
bukti keberadaan, ia kemudian diberitahu bahwa teorema eksistensi murni telah menjadi 
landmark yang paling penting dalam sejarah perkembangan ilmu kita. Tapi pertimbangan 
tersebut tidak merepotkan intuisionis yang taat. Menurut Hilbert, permainan formula yang 
Brouwer begitu deprecates memiliki, selain nilai matematika, makna filosofis penting umum, 
karena ini permainan formula dilakukan sesuai dengan aturan yang pasti tertentu, di mana 
teknik pemikiran kita diungkapkan dan ini bentuk aturan sistem tertutup yang dapat 
ditemukan dan dinyatakan secara definitif. Hilbert menegaskan bahwa ide dasar dari teori 
bukti tidak lain adalah untuk menggambarkan aktivitas pemahaman kita, untuk membuat 
sebuah protokol aturan yang menurut pemikiran kita benar-benar hasil; menurut dia berpikir, 
begitu terjadi, sejajar berbicara dan menulis : kita bentuk pernyataan dan menempatkan 
mereka satu di belakang lain. Dia berargumen bahwa jika ada totalitas pengamatan dan 
fenomena layak untuk dijadikan obyek penelitian yang serius dan menyeluruh, inilah satu-
karena,  himpunanelah semua, itu adalah bagian dari tugas ilmu pengetahuan untuk 
membebaskan kita dari kesewenang-wenangan, sentimen, dan kebiasaan dan untuk 
melindungi kita dari subjektivisme yang sudah dibuat sendiri merasa di Kronecker pandangan 
dan, tampaknya dia, menemukan titik puncaknya dalam intuitionism. 
Hilbert, D., 1972, bersikeras bahwa tantangan intuitionism yang paling tajam dan paling 
bersemangat adalah satu itu teman kencan di validitas prinsip dikecualikan tengah, misalnya, 
dalam kasus yang paling sederhana, pada validitas modus inferensi sesuai, yang , untuk 
himpunaniap pernyataan yang berisi nomor-teori variabel, baik pernyataan tersebut benar 
untuk semua nilai dari variabel atau terdapat nomor yang salah. Hilbert dirasakan bahwa 
prinsip dikecualikan tengah merupakan konsekuensi logis dari c-aksioma dan tidak pernah 
belum menyebabkan kesalahan sedikit  pun, melainkan, apalagi, begitu jelas dan dipahami 
bahwa penyalahgunaan yang menghalangi. Menurut Hilbert, khususnya, prinsip dikecualikan 
tengah tidak disalahkan sedikit pun untuk terjadinya terkenal paradoks dari teori himpunan, 
melainkan paradoks ini adalah karena hanya untuk pengenalan gagasan dapat diterima dan 
tak berarti, yang secara otomatis dikeluarkan dari bukti teori saya. Hilbert menunjukkan 
bahwa Adanya bukti dilakukan dengan bantuan prinsip dikecualikan tengah biasanya sangat 
menarik karena singkatnya mengejutkan mereka dan keanggunan. Untuk Hilbert, mengambil 
prinsip tengah dikeluarkan dari matematika akan sama, proscribing teleskop untuk astronomi 
atau untuk petinju penggunaan tinjunya; untuk melarang pernyataan keberadaan dan prinsip 
dikecualikan tengah sama saja dengan melepaskan ilmu matematika sama sekali. 
 
Hilbert, D., 1972, bersikeras bahwa jika kesimpulan logis adalah dapat diandalkan, harus 
dimungkinkan untuk survei obyek sepenuhnya dalam semua bagian mereka, dan fakta bahwa 
mereka terjadi, bahwa mereka berbeda satu sama lain, dan bahwa mereka mengikuti himpunaniap lain, atau adalah concatenated, adalah langsung, diberikan secara intuitif, 
bersama dengan objek, adalah sesuatu yang tidak dapat dikurangi untuk hal lain juga 
memerlukan reduksi. Hilbert menyarankan bahwa dalam matematika kita 
mempertimbangkan tanda-tanda konkret sendiri, yang bentuknya, menurut konsepsi kita telah 
mengadopsi, segera, jelas dan dikenali, ini adalah sangat sedikit yang harus mensyaratkan, 
tidak ada pemikir ilmiah dapat membuang itu, dan karenanya  himpunaniap orang harus 
mempertahankan itu, secara sadar, atau tidak. 
Hilbert, D., 1972, mengakui bahwa sementara itu ada banyak kesalahan ditemukan dengan 
mereka, dan keberatan dari semua jenis sarang dibesarkan menentangnya, dan dirasakan 
bahwa semua kritikus ia dianggap hanya sebagai tidak adil karena dapat; ia mengklaim 
bahwa itu adalah bukti konsistensi yang menentukan lingkup efektif teori bukti dan secara 
umum merupakan inti; metode W. Ackermann memungkinkan perpanjangan diam. Dia 
menyatakan bahwa untuk dasar-dasar pendekatan analisis biasa Ackermann telah 
dikembangkan begitu jauh sehingga hanya tugas melaksanakan bukti murni matematis 
finiteness tetap. Hilbert kemudian menyimpulkan bahwa hasil akhir adalah bahwa 
matematika adalah ilmu pra-anggapan-kurang. Ia menegaskan bahwa untuk matematika 
ditemukan dia tidak perlu Tuhan atau asumsi fakultas khusus pemahaman kita selaras dengan 
prinsip induksi matematika Poincaré, atau intuisi primal Brouwer, atau, Russell dan aksioma 
Whitehead tak terhingga, reducibility, atau kelengkapan, yang sebenarnya adalah yang 
sebenarnya, menurut Hilbert, mereka contentual asumsi yang tidak dapat dikompensasikan 
dengan bukti konsistensi. 
Folkerts, M., 2004, merasa terpengaruh oleh  program  Hilbert,  menyatakan bahwa 
bagaimanapun,  Formalisme  tidak  tidak akan  berlangsung lama. Pada tahun 1931 ahli 
matematika kelahiran Austria Amerika dan ahli logika Kurt Gödel menunjukkan bahwa tidak 
ada sistem jenis Hilbert di mana bilangan bulat bisa didefinisikan dan yang konsisten dan 
lengkap. Kemudian Gödel dan, mandiri, ahli matematika Inggris Alan Turing menunjukkan 
decidability yang juga tak terjangkau. Disertasi Gödel terbukti kelengkapan orde pertama 
logika, bukti ini dikenal sebagai Teorema Kelengkapan Gödel 's. Gödel juga membuktikan 
bahwa Hilbert benar tentang asumsinya bahwa meta-matematika adalah bagian dari bagian 
nyata dari matematika; ia menggunakan nomor teori sebagai contoh yang sepenuhnya beton 
dan kemudian menunjukkan bagaimana menerjemahkan berbicara tentang simbol ke 
berbicara tentang angka. Gödel ditugaskan kode untuk himpunaniap simbol sedemikian rupa 
bahwa yang disebut Gödel-angka dikalikan bersama-sama mewakili formula, menetapkan 
formula, dan hal lainnya dan kemudian seseorang dapat berbicara tentang Gödel-nomor 
menggunakan nomor teori. Folkerts menunjukkan bahwa untuk membuat Gödel-nomor untuk 
pernyataan dalam sistem formal, terlebih dahulu kita harus menetapkan himpunaniap simbol 
bilangan bulat yang berbeda mulai dari satu, kemudian  menetapkan  himpunaniap posisi 
dalam laporan bilangan prima berturut-turut yaitu mulai dengan 3. Folkerts mencatat bahwa 
Gödel-nomor untuk pernyataan itu adalah produk dari bilangan prima dibawa ke kekuatan 
nomor yang ditetapkan ke simbol dalam posisi pernyataan; sejak nomor dua bukan 
merupakan faktor dari jumlah Gödel-untuk sebuah pernyataan, semua pernyataan 'Gödel-
angka akan aneh. Folkerts menunjukkan bahwa Gödel-nomor untuk urutan laporan dibangun dengan mengalikan bilangan prima keluar berturut-turut, dimulai dengan, nomor dua dibawa 
ke kuasa nomor Gödel-pernyataan yang muncul pada posisi dalam daftar.  
Folkerts, M., 2004, mencatat bahwa agar kita dapat memaknai teorema kita dapat menuliskan 
daftar kalimat yang merupakan bukti tentang hal itu, sehingga Teorema Gödel 's-nomor 
kalimat terakhir dalam bilangan genap Gödel dan ini mengurangi bukti theorems ke properti 
nomor-teori yang melibatkan Gödel-angka dan konsistensi dapat ditampilkan melalui nomor 
teori. Folkerts menunjukkan bahwa Gödel menunjukkan sesuatu yang bisa kita mewakili 
dalam sistem formal dari sejumlah teori adalah finitary. Gödel menunjukkan bahwa 
menurutnya jika S menjadi sistem formal untuk nomor teori dan jika S adalah konsisten, 
maka ada kalimat, G, seperti bahwa baik G maupun negasi dari G adalah Teorema dari S, dan 
dengan demikian,  himpunaniap sistem formal memadai untuk menyatakan theorems dari 
nomor teori harus lengkap. Gödel menunjukkan bahwa S dapat membuktikan P (n) hanya 
dalam kasus n adalah Gödel-nomor yang Teorema dari S; maka di  sana ada k, sehingga k 
adalah Gödel-jumlah rumus P (k) = G dan pernyataan ini kata dari dirinya sendiri, tidak dapat 
dibuktikan. Menurut Gödel, bahkan jika kita mendefinisikan sebuah sistem formal baru S = S 
+ G, kita dapat menemukan G yang tidak dapat dibuktikan di S, dengan demikian, S dapat 
membuktikan bahwa jika S adalah konsisten, maka G tidak dapat dibuktikan. Gödel 
menjelaskan bahwa jika S dapat membuktikan cst (S), maka S dapat membuktikan G, tetapi 
jika S adalah konsisten, tidak dapat membuktikan  G, sehingga tidak dapat membuktikan 
konsistensi. Dengan demikian, Program Hilbert tidak bekerja, satu tidak dapat membuktikan 
konsistensi teori matematika. Namun, Folkerts menunjukkan bahwa Gentzen melihat 
Teorema ketidaklengkapan Gödel dan bertanya-tanya  mengapa sistem formal untuk 
aritmatika sangat lemah bahwa itu tidak dapat membuktikan konsistensi sendiri. Menurut 
Gentzen, penyempitan alami pada bukti adalah bahwa mereka adalah daftar terbatas laporan, 
karena itu, Gentzen menawarkan teori aritmatika yang kemudian memungkinkan bukti 
konsistensi dari sistem formal dari aritmatika; di mana ia memperkuat aksioma induksi 
matematika , yang memungkinkan sebuah aksioma induksi kuat. Sementara induksi 
tradisional mengasumsikan domain memiliki tipe ketertiban;  Namun  Gentzen 
mengasumsikan bahwa domain memiliki jenis, agar lebih rumit lebih tinggi. 
Di sisi lain, Folkerts menemukan bahwa Alan Turing mendefinisikan fungsi sebagai program 
untuk untuk menghitung dengan mesin sederhana di mana fungsi ini sama dengan apa yang  
Gödel pikirkan. Menurut Alan Turing, semua definisi dari fungsi yang berbeda dapat dihitung 
dengancara membuat himpunan  yang sama  dengan fungsi yang ada. Fungsi  dapat  dihitung 
karena yang paling banyak  cara untuk program mesin Turing dan jumlah fungsi  yang 
mungkin dapat ditetapkan, sehingga fungsi  dapat ditentukan  secara teoritis  sebagai sebuah 
pengecualian. Alan Turing menunjukkan bahwa fungsi adalah relasi yang tak terhitung yang 
menghasilkan output yang tergantung pada variabel acak.  
Podnieks, K.,  1992, menyatakan  bahwa dalam  hal paradoks Himpunan dari Russell, maka 
penyelesaiannya dapat diturunkan dari himpunan yang bukan anggota sendiri. Podnieks, K., 
1992, menunjukkan  bahwa  teori  tersebut  sekarang sedang ditantang sebagai teori dasar 
matematika dan teori kategori diusulkan sebagai pengganti, dalam teori kategori, 
dikembangkan  pengertian dasar fungsi dan operasi. Namun, Posy, dalam hal pertanyaan ontologis, bertanya-tanya seberapa akurat  gagasan bahwa  himpunan  adalah objek dasar 
matematika, sedangkan teori yang dihimpun  terlalu kaya dan ada cara yang berbeda terlalu 
banyak untuk membangun matematika. Posy berpendapat bahwa elemen dasar tidak boleh 
sembarang dipilih, namun tidak menentukan pilihannya, dan menunjukkan bahwa, dalam 
pandangan modern tentang strukturalisme, unit dasar adalah struktur, yang bukan benar-benar 
objek. Folkerts, M, 2004, bersikeras bahwa program Hilbert masih memiliki pembagian 
antara bagian real dan ideal matematika, ia khawatir tentang status ontologis dari objek di 
bagian ideal matematika dan mereka hanya diciptakan untuk memberikan bagian yang ideal, 
dan memberi kita jalan pintas, tetapi tidak pernah diyakini menjadi bagian dari realitas. , Dan 
dia bertanya-tanya tentang sumber pengetahuan matematika dan kebenaran matematika yang 
meliputi adanya objek yang ada, dan benda-benda yang tidak ada: dia juga peduli bahwa ini 
memberi kita sebuah dunia dari obyek virtual, menyelesaikan dualisme objek Folkerts. 
Namun, seperti Folkerts katakan, Paulus Benacerraf menjelaskan  dilema ini  dengan 
memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang teori standar kita tentang pengetahuan atau 
kebenaran; menurut Benacerraf,  ada semacam teori korespondensi antara  pengetahuan  kita 
dengan benda-benda sehingga membangun kemampuan kognitif kita melalui indera kita, dan 
kita membentuk kepercayaan melalui interaksi sebab-akibat antara objek yang kita pikirkan 
dengan  pikiran kita; di mana kaum formalis dan kaum Platonis mengalami kesulitan 
melengkapi tentang hal ini. 
Stefanik, R., 1994, bersikeras bahwa menurut Bernaceraf,  ini menyebabkan strukturalisme 
menganggap bahwa bilangan asli, adalah  bentuk  urutan, oleh karenanya, jika matematika 
benar-benar abstrak, mengapa harus memiliki penerapan tertentu? Apakah hanya sebuah 
"keajaiban" bahwa matematika berlaku untuk dunia fisik, atau, sebaliknya, kita cenderung 
menekankan struktur matematika yang berhubungan dengan dunia? Hal ini dipersulit dengan 
berbagai aplikasi baru untuk  metode matematika, misalnya penerapan teori grup untuk 
linguistik. Selanjutnya, Posy mencatat bahwa  kaum  strukturalis berpendapat bahwa 
matematika bukanlah tentang beberapa himpunan  tertentu dari objek abstrak melainkan 
matematika adalah ilmu tentang pola struktur, dan benda-benda tertentu yang relevan dengan 
matematika sejauh mereka memenuhi  beberapa pola atau struktur. Posy bersikeras bahwa 
berbagai versi strukturalisme telah diusulkan oleh matematikawan smisalnya  Benacerraf, 
Resnik, Shapiro, dan Hellman. Benacerraf, seperti yang menyatakan oleh Stefanik, R., 1994, 
berpendapat untuk posisi strukturalis dengan terlebih dahulu menyajikan contoh di mana 
kaum Logicist bersifat sangat militan, seperti Ernie dan Johnny, pertama belajar teori logika 
dan himpuna dan bukan belajar teori bilangan. Benacerraf mengatakan: 
Ketika datang untuk belajar tentang angka, mereka hanya belajar nama-nama baru untuk 
himpunan  dan anggotanya. Mereka menghitung anggota dari suatu himpunan dengan 
menentukan kardinalitas dari himpunan, dan mereka menetapkan ini dengan menunjukkan 
bahwa terdapat hubungan khusus antara himpunan dan angka.  
Stefanik, R., 1994, menunjukkan bahwa Benacerraf berpendapat bahwa keyakinan Frege 
berasal dari ketidakkonsistenannya, karena semua benda alam semesta adalah  himpunan. 
Pertanyaan apakah dua nama memiliki referen yang sama selalu memiliki nilai kebenaran?, 
Namun, kondisi membuat identitas hanya dalam konteks di mana terdapat kondisi yang unik. Benacerraf menyatakan bahwa jika sebuah kalimat "x = y" adalah Benar, hal ini dapat terjadi  
hanya dalam konteks di mana jelas bahwa kedua x dan y adalah Benar. Stefanik bersikeras 
bahwa pencarian untuk objek dasar alam semesta yang matematis, adalah usaha yang keliru 
yang mendasari teori kaum Absolutist dan pengikut  filsafat platonis. Ia mencatat bahwa hal 
ini tidak menggoyahkan pendirian Benacerraf; karena menurut Stefanik, Benacerraf masih 
menegaskan logika yang kemudian dapat  dilihat sebagai  logika  yang paling umum  dari 
disiplin ilmu, yang berlaku dengan cara yang sama untuk dan dalam teori yang diberikan. 
Thompson, P., 1993, menyatakan  bahwa para filsuf matematika  memiliki, selama ribuan 
tahun, berulang kali  keterlibatan  dalam perdebatan tentang paradoks dan kesulitan mereka 
dalam melihat  fenomena yang muncul dari tengah-tengah keyakinan mereka  yang kuat dan 
intuitif. Dari munculnya  Geometri non-Euclidean,  analisis teori kontinum, dan  penemuan 
Cantor tentang bilangan  transfinite, sistem Frege, matematikawan kemudian   menyuarakan 
keprihatinan mereka bagaimana kita secara serampangan telah memikirkan sesuatu yang  
asing, dan dengan liar memperpanjang persoalan matematika kita dengan intuisi, atau kalau 
tidak kita telah menjadi rentan terhadap perangkap yang tak terduga dan sampai sekarang, 
dengan apa yang disebut kontradiksi. Thompson menunjukkan bahwa di jantung perdebatan 
ini terletak tugas mengisolasi  intuisi macam apa, dan memutuskan kapan kita harus sangat 
berhati-hati bagaimana  menerapkannya, namun, mereka yang mencari kepuasan dasar 
epistemologis tentang peran intuisi dalam matematika sering dihadapkan dengan pilihan yang 
tidak menarik, antara metafisika yang berasal dari Brouwer, dan pengakuan mistis Gödel dan 
Platonis bahwa kita secara intuitif dapat membedakan ranah kebenaran matematika. Hal ini 
menunjukkan bahwa, dalam hal dasar, matematika dianggap sebagai ilmu logis, bersih 
terstruktur, dan cukup beralasan atau singkatnya dalam matematika adalah ilmu logis yang 
sangat terstruktur, namun jika kita menggali cukup dalam dan dalam penyelidikan  yang 
mendalam, kita masih menemukan beberapa hal yang menjadi perdebatan filsafat. Ini adalah 
kenyataan bahwa, dalam hal sejarah matematika, berbagai macam sejarah matematika yang 
datang, dimulai di Yunani kuno, berjalan melalui pergolakan  menuju masa depan yang 
keluar, sedangkan dalam hal sistem pondasi logis matematika, metode matematika adalah 
deduktif, dan  oleh  karena itu  logika memiliki peran mendasar dalam pengembangan 
matematika.  
 Beberapa masalah masih muncul: dalam hal makna, kita bertanya-tanya tentang penggunaan 
bahasa khusus untuk berbicara tentang matematika, apakah bahasa matematika merupakan 
hal-hal aneh dan muncul dari dunia ini dan apa artinya semua ini, dan kemudian, apakah  arti 
hakikinya? kita mungkin bertanya-tanya apakah matematikawan berbicara tentang hal yang 
aneh, apakah mereka benar-benar ada, dan bagaimana mereka dapat kita katakan atau apakah 
yang dikatakannya penting?. Secara epistemologis, matematika telah sering disajikan sebagai 
paradigma ketepatan  dan kepastian, tetapi beberapa penulis telah menyarankan bahwa ini 
adalah ilusi  belaka. Bagaimana kita bisa mengetahui kebenaran dari proposisi matematika, 
dan dalam hal aplikasi, bagaimana pengetahuan matematika yang abstrak dapat diterapkan di 
dalam dunia nyata? Apa implikasi untuk matematika dari  adanya  revolusi informasi;? Dan 
apa yang bisa matematika  kontribusikan?. Thompson, P., 1993, bersikeras bahwa analisis 
yang menggabungkan kepastian, kognitif psikologis dari "intuisi" yang fundamental terhadap dugaan dan penemuan  dalam matematika, dengan kepastian epistemis dari  peran intuitif 
proposisi matematika harus bermain dalam pembenaran mereka . Dia menambahkan bahwa 
sejauh mana dugaan intuitif kita terbatas baik oleh sifat rasa pengalaman kita, dan dengan 
kemampuan kita untuk melakukan konseptualisasi. 
Litlangs 2004, menyitir ketidaksetujuan Aristoteles terhadap  Plato; menurut Aristoteles, 
bentuk fisik tidaklah jauh berbeda dengan penampilannya tetapi sesuatu yang konkrit sajalah 
yang menjadi benda-benda dunia. Aristoteles menyatakan bahwa ketika kita  mendapatkan 
sesuatu yang abstrak, bukan berarti bahwa abstraksi merupakan sesuatu yang jauh dan abadi. 
Bagi Aristoteles, matematika adalah hanya penalaran tentang idealisasi, dan ia melihat dekat 
pada struktur matematika, membedakan logika, prinsip yang digunakan untuk menunjukkan 
teorema, definisi dan hipotesis. Plato juga tercermin pada tak terhingga, memahami 
perbedaan antara potensi tak terbatas misalnya menambahkan satu ke  bilangan infinit 
misalnya tak terbatas. Bold, T., 2004, menyatakan bahwa kedua intuisionis dan formalis 
meyakinkan bahwa matematika hanyalah penemuan dan mereka melakukannya dengan  tidak 
menginformasikan kepada kami dengan apa-apa tentang dunia; keduanya  mengambil 
pendekatan ini untuk menjelaskan kepastian mutlak matematika dan menolak penggunaan 
bilangan infinit. Bold mencatat bahwa intuitionists mengakui hal ini kesamaannya dengan 
formalis dan menganggap perbedaan yang ada sebagai perbedaan pendapat di mana ketepatan 
matematis memang ada; intuisionis mengatakannya sebagai kecerdasan manusia dan formalis 
mengatakannya sebagai hanya coretan  di atas kertas. Menurut Arend Heyting, matematika 
adalah produksi dari pikiran manusia; ia mengklaim intuitionism yang mengklaim proposisi 
matematika mewarisi kepastian mereka dari pengetahuan manusia yang didasarkan pada 
pengalaman empiris. Bold menyatakan bahwa sejak, infinity tidak bisa  dipakai, intuisionis 
menolak untuk mendorong penerapan matematika di luar infinisitas; Heyting menyatakan 
adanya keyakinan terhadap  transendental, yang tidak didukung oleh konsep,  dan  harus 
ditolak sebagai alat bukti matematika. Demikian pula, Bold menemukan bahwa Hilbert 
menulis bahwa untuk kesimpulan logis  yang  dapat diandalkan itu harus  memungkinkan  
untuk  untuk dilakukannya  survei  terhadap kebenaran  obyek  dan  bagian-bagiannya, karena 
tidaklah ada survei untuk infinity yang dapat disimpulkan dengan hanya mengandalkan pada 
sistem yang terbatas. Menurut formalis, seluruh matematika hanya terdiri dari aturan 
sembarang seperti yang catur. 
Di sisi lain, Posy, C., 1992, menemukan bahwa Hilbert benar-benar menempatkan struktur 
pada bagian intuitif matematika, pada dasarnya bahwa pemikiran finitary dan sistem formal; 
dengan pekerjaan Gödel 's. Thompson, P., 1993, berpendapat bahwa   Gödelian Platonisme, 
khususnya, yang memimpin pengalaman aktual melakukan matematika, dan bilangan Gödel 
untuk kejelasan dari himpunan-aksioma dasar teoritis dengan mengajukan suatu kemampuan 
intuisi matematika, analog dengan persepsi indrawi dalam fisika, sehingga, mungkin, 
aksioma 'dipaksakan kepada kita' sebanyak asumsi kekuatan 'diantara  obyek fisik' sendiri 
kepada kita sebagai penjelasan dari pengalaman fisik kita. Namun, Thompson  sebaliknya 
menyatakan bahwa telah mengakui peran keragu-raguan dalam penggunaan bahasa yang bila 
diterapkan pada prinsip  matematika menjadi  aneh tapi nyata; berlawanan  dengan  apa-apa 
yang terdapat  pada kontinum  dari intuitif palsu dan mencegah  intuitif  yang benar  benar, tergantung pada kekuatan dugaan kita akan lebih cenderung untuk membuat menentangnya, 
jika kita  tidak  melihatnya, dan telah dimenangkan oleh, buktinya, dan memang, untuk 
mengejutkan kita, kita sering menemukan, pada saat  kita menjumpai  paradoks, bagaimana 
intuisi kita lemah dan tak berdaya. Thompson menyatakan bahwa gagasan tentang intuisi kita 
yang harus baik, tegas dan benar, berasal teori yang menyatakan bahwa kemampuan indera 
merupakan kemampuan primitif yang diwariskan dari gaya filsafat Rene Descartes yang 
mencari kebenaran absolut tentang segala sesuai yang tidak tergoyahkan, yang telah menolak 
semua pembenaran lainnya kecuali kebenaran diriyang menemukan bahwa dirinya yang ada 
adalah dirinya yang sedang memikirkannya. 
Di sisi lain, Posy, C., 1992, bersikeras bahwa sistem formal Hilbert sesuai dengan teori fungsi 
rekursif. Posy bersikeras bahwa Brouwer itu sangat menentang ide-ide  ini, terutama sistem 
yang berpondasi, ia bahkan menentang  formalisasi logika; Brouwer memiliki pandangan 
yang sangat radikal tentang matematika dan hubungannya dengan bahasa. Menurut  Brouwer, 
dalam bahasa, kita dapat berkomunikasi output dari konstruksi matematika, sehingga 
membantu orang lain menciptakan pengalaman matematika, namun bukti itu sendiri adalah 
pra-linguistik, aktivitas murni sadar yang jauh lebih fleksibel daripada bahasa. Brouwer 
berpikir  bahwa  sistem formal tidak pernah bisa cukup untuk menutup semua pilihan yang 
tersedia untuk matematika secara kreatif, dan berpikir bahwa formalisme tidak ada gunanya. 
Posy mencatat bahwa, khususnya, Brouwer berpikir bahwa  hal demikian bukanlah suatu 
kegilaan  untuk berpikir bahwa logika digunakan untuk  menangkap aturan untuk berpikir 
matematis secara benar. Brouwer menunjukkan aturan tertentu bahwa  logika tidak memadai 
untuk mengembangkan metode berpikir dengan menunjuk hukum tengah yang dikecualikan. 
Thompson, P., 1993, mencatat bahwa  pandangan  Brouwer  tersebut dikarenakan 
kepercayaannya bahwa  penerapan logika tradisional ke matematika  merupakan fenomena 
sejarah, ia selanjutnya menyatakan bahwa oleh fakta bahwa, pertama, logika klasik disarikan 
dari matematika  yang merupakan  himpunan  dari  himpunan maka  pastilah  terbatas, kedua, 
bahwa eksistensi apriori independen  dari matematika dianggap berasal dari logika ini, dan 
akhirnya, atas dasar bahwa keyakinan apriori, maka logika tidak dibenarkan diterapkan pada 
matematika. Selanjutnya, Posy, C., 1992, menambahkan bahwa Brouwer bersikeras tentang 
hipotesisnya  mengapa filsuf dan ahli matematika perlu mengecualikan hukum tengah; 
menurut Brouwer, logika telah dikodifikasikan ketika komunitas ilmiah hanya peduli dengan 
benda-benda terbatas. Brouwer mengatakan bahwa, mengingat hanya benda terbatas, hukum 
maka hukum tengah perlu dikecualikan, namun kesalahan itu dibuat saat matematika pindah 
ke infinitary di mana aturan-aturan kaku logika dipertahankan tanpa pertanyaan. Brouwer 
menyatakan bahwa tidak ada kodifikasi kaku harus datang sebelum pengembangan 
matematika. Posy menemukan  bahwa perbedaan utama antara Brouwer dan Hilbert adalah 
bahwa mereka tidak setuju pada posisi logika di mana Hilbert pikir logika adalah ilmu 
pengetahuan, jadi yang otonom dapat secara bebas diterapkan pada matematika lain, 
sedangkan Brouwer berpendapat tidak demikian. 
Litlangs, 2004, menyatakan  bahwa pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang  bagaimana 
variasi kecerdasan menghadapi kesulitan dalam menjelaskan matematika secara internal yaitu 
kesenjangan mereka, kontradiksi dan ambiguitas yang terletak di bawah sebagian tertentu dari prosedur, mengarah pada kesimpulan kasar bahwa matematika mungkin tidak lebih logis 
dari puisi, melainkan hanya kreasi bebas dari pikiran manusia yang tidak bertang-gungjawab 
untuk memaknai  diri kita dan alam. Litlangs menyatakan  bahwa meskipun matematika 
mungkin tampak sebagai jenis pengetahuan yang paling jelas dan tertentu dari pengetahuan 
yang kita miliki, ada masalah cukup serius yang  terdapat di  setiap cabang lain dari filsafat 
tentang hakekat matematika dan makna proposisi tersebut. Litlangs menemukan bahwa Plato 
percaya dalam bentuk atau ide  yang kekal, mampu mendefinisikan dengan  tepat dan bebas 
dari persepsi; antara entitas dan objek geometri seperti garis, titik, lingkaran, yang karena itu 
tidak ditangkap dengan indra tetapi dengan logika, ia berhubungan dengan obyek-obyek 
matematika dengan contoh-contoh spesifik dari bentuk ideal. Menurut Plato, seperti yang 
dicatat oleh Litlangs, proposisi  matematika yang sejati dari hubungan antara obyek tak 
berubah, mereka pasti benar yang menemukan matematika yang sudah ada sebagai kebenaran 
"di luar sana" daripada menciptakan sesuatu dari mental kita  sebagai  kecenderungan, dan 
sebagai  objek  yang  dirasakan oleh indera kita, mereka hanya merupakan contoh dan cepat 
berlalu dari ingatan kita. 
Sementara itu, Litlangs 2004, menambahkanbahwa  bahwa Leibniz  menganggap bahwa 
logika berjalan bersamaan dengan matematika, sedangkan Aristoteles menggunakan 
proposisi dari bentuk predikat, yaitu subjek dari logika, Leibniz berpendapat bahwa subjek 
berisi predikat yang adalah sifat yang tak terbatas yang diberikan oleh Tuhan.  Menurut 
Leibniz, proposisi matematika tidaklah benar jika mereka berurusan dengan entitas kekal atau 
ideal, tetapi karena penolakan mereka secara logika tidak mungkin, maka proposisi 
matematika adalah benar tidak hanya untuk dunia ini, tetapi juga untuk semua kemungkinan 
yang ada. Litlangs menyatakan  bahwa tidak seperti Plato,  yang menanyakan  untuk  apalah 
sebuah bentuk fisik itu,  sementara  Leibniz melihat pentingnya notasi,  sebagai  sebuah 
simbolisme perhitungan, dan  menjadi permulaan dari  metode untuk  membentuk dan 
mengatur karakter dan tanda-tanda untuk mewakili hubungan antara pikiran matematika. 
Litlangs 2004, mengungkapkan lebih  lanjut bahwa Immanuel Kant menganggap  entitas 
matematika sebagai proposisi sintetik apriori-, yang tentu saja memberikan kondisi yang 
diperlukan untuk pengalaman objektif; matriks ruang dan waktu,  dan wadah memegang 
bahan pengubah persepsi. Menurut Kant, matematika adalah gambaran ruang dan waktu, jika 
terbatas pada pikiran, konsep-konsep matematika diperlukan hanya konsistensi diri, tapi 
pembangunan konsep-konsep tersebut melibatkan ruang yang memiliki struktur tertentu, 
yang oleh Kant digambarkan pada geometri Euclidean. Litlangs mencatat bahwa bagi Kant, 
perbedaan antara "dua" yang abstrak "dua piring" adalah tentang konstruksi  logika ditambah 
masalah empiris. Dalam analisisnya tentang infinitas, Kant menerima pembedaan Aristoteles 
antara  potensi tak terbatas  dan  potensi lengkap, tapi tidak menganggap  keduanya  adalah 
mustahil. Kant merasa bahwa tak terhingga lengkap adalah gambaran tentang alasan, secara 
internal konsisten, meskipun tentu saja tidak pernah ditemui di dunia persepsi kita. Litlangs 
lebih lanjut menegaskan bahwa Frege dan Russell dan pengikut  mereka mengembangkan 
gagasan Leibniz bahwa matematika adalah sesuatu yang secara logis tak terbantahkan; 
Hukum Frege menggunakan logika ditambah definisi, dan merumuskan notasi simbolis untuk 
alasan yang diperlukan. Namun, melalui rantai panjang penalaran, simbol-simbol ini menjadi kurang  jelas, dan merupakan  transisi yang dimediasi oleh definisi. Litlangs mencatat bahwa 
Russell melihat mereka sebagai kemudahan notasi, langkah hanya dalam argumen, sedangkan 
Frege melihat mereka sebagai menyiratkan sesuatu yang layak dari pemikiran yang cermat, 
sering menyajikan konsep-konsep matematika penting dari sudut yang baru. Litlangs 
menemukan bahwa sementara dalam kasus Russell definisi tidak memiliki eksistensi objektif, 
dalam kasus Frege masalah ini tidak begitu jelas bahwa adalah definisi adalah objek logis 
yang mengklaim keberadaan sama dengan entitas matematika lainnya. Litlangs 
menyimpulkan bahwa, meskipun demikian, Russell menyelesaikan  banyak  paradoks  untuk 
membuat siatem Whitehead sebagai deskripsi yang monumental dari Principia Mathematica. 
Sementara itu, Thompson, P., 1993, yang merasa terpengaruh gerakan kritis dari Cauchy dan 
Weierstrass telah menjadi hati-hati tentang penggunaan matematika yang tak terbatas, kecuali 
sebagai Facon de Parler dalam menyimpulkan teori  atau mengambil batas, di mana 
matematika benar-benar dianggap berfungsi sebagai metafora, atau kiasan, untuk menyatakan 
keadaan secara terbatas. Thompson ingin membandingkan antara  penyanyi  dengan kerja 
seorang matematikawan Leopod Kronecker. Matematikawan  Jerman Leopold Kronecker, 
yang  sudah memiliki pengetahuan matematika kemudian berkehendak untuk menulis ulang 
teori algebraic, dan bertujuan untuk menjatuhkan keyakinan Cantor itu,  tentang logika yang 
selama ini dia yakini tentang penyelesaian  tak terbatas yang sempurna signifikan. Menurut 
Thompson, penyanyi telah mendesak lebih lanjut bahwa kita harus sepenuhnya siap untuk 
menggunakan kata-kata  yang  akrab  dan lazim  dalam konteks yang sama sekali baru, atau 
dengan mengacu pada situasi yang sebelumnya dengan tidak mempertimbangkannya terlebih 
dulu;  bahwa penyanyi telah dengan membabi buta membuat  skema terbatas dalam domain 
tak terbatas, baik dengan cara menghubungkan kardinal atau kuantitas dalam himpunan 
terbatas atau tak terbatas.  Thompson  bersikeras bahwa meskipun dia mengakui kerja 
matematika menggunakan intuisi, tetapi adalah penting untuk  membuat pendekatan 
pendekatan heuristik.  
Thompson, P.,  1993, menjelaskan bahwa Gödel berpendirian  bahwa intuisi kita dapat 
digunakan untuk bekerja dalam  domain  yang  sangat aksiomatis, seperti perpanjangan ZF, 
atau kalkulus, sehingga memungkinkan kita untuk membuat pertimbanganyang baik untuk 
menerima atau menolak hipotesis secara independen dari pra-teori atau praduga tentang teori. 
Thompson menunjukkan bahwa Gödel dan Herbrand,  secara bersama-sama membuat klaim 
tentang demarkasi batas-batas kemampuan intuisi.   Thompson menyimpulkan bahwa Gödel, 
dengan kemampuannya dalam logika transendental, senang berpikir bahwa logika kita hanya 
sedikit  tidak fokus, dan berharap bahwa terdapat kesalahan kecil sehingga masih mampu 
melihat secara tajam dan mampu berpikir matematika secara benar. Namun untuk hal ini, dia 
berbeda pandangan dengan Zermelo dan Hilbert. Thompson menyatakan bahwa Hilbert tidak 
akan dapat meyakinkan  kita  bahwa matematika itu bersifat  konsistensi  untuk  selamanya, 
karena itu kita harus puas jika sistem aksiomatis matematika  seperti yang dibuat Hilbert 
dianggap konsisten, jika kita tidak mampu membuktikannya. 
Sementara itu,  Turan, H., 2004, menjelaskan  bahwa Descartes  membawa  proposisi 
matematika ke  dalam keraguan saat ia meragukan  semua keyakinan tentang  hakekat akal 
sehat dengan mengasumsikan bahwa semua keyakinan berasal dari persepsi tampaknya hanya sampai pada anggapan awal bahwa masalah yang dihadapinya sebetulnya adalah suatu 
keraguan tentang matematika, yaitu sebuah contoh dari masalah keraguan tentang keberadaan 
zat. Turan berpendapat bahwa masalahnya bukan apakah kita menghitung objek atau gambar 
yang sebenarnya kosong tapi apakah kita menghitung apa yang kita menghitung dengan 
benar, ia berpendapat bahwa karya Descartes adalah mungkin untuk mengekspos bahwa 
proposisi '2 +3 = 5 'dan argumen' Saya berpikir, maka saya ada, "sama-sama jelas. Menurut 
Turan, Descartes tidak menemukan epistemologinya pada bukti proposisi matematika, dan 
percobaan keraguan tampaknya tidak memberikan hasil positif untuk operasi matematika. 
Menurut Turan, kesadaran melaksanakan  proposisi matematika yang tidak boleh  untuk 
meragukannya, dan kesadaran melakukan operasi matematika atau logika adalah contoh dari 
"saya berpikir" dan karenanya argumen "Saya menghitung, karena itu aku ada 'setara dengan' 
Saya pikir , maka saya ada '. Turan menunjukkan bahwa jika kita berpendirian bahwa 
proposisi matematika tidak bisa menimbulkan kesulitan bagi epistemologi Descartes yang 
menurutnya untuk membangun pada kesadaran berpikir sendiri, maka dia tidak dapat dilihat 
untuk menghindari pertanyaan. Turan menyimpulkan bahwa proposisi matematika dengan 
sendirinya tidak bermanfaat jika mereka tidak boleh diragukan. Jika semua proposisi 
matematika kemudian dapat diragukan oleh Rene Descartes, maka seluruh logika umum 
tentunya juga akan diragukannya. Maka Rene Descartes kemudian menemukan bahwa hanya 
terdapat satu saja hal yang tidak dapat diragukan yaitu kenyataan bahwa dirinya itulah yang 
sedang meragukan. Oleh karena itu dia menyimulkan bahwa dia ada karena berhasil 
meragukannya. Atau cogito ergosum, saya berpikir maka saya ada. Tetapi kemudian Rene 
Descartes menemukan kenyataan bahwa dia tidak mampu menjawab semua keraguan 
tersebut, maka dia menemukan bahwa manusia, termasuk dia, adalah terbatas. Kemudian dia 
menyimpulkan pastilah ada yang tak terbatas, yaitu diri Tuhan YME. 
Turan, H., 2004, bersikeras bahwa hubungan antara persepsi dan matematika dapat disangkal, 
bagaimanapun membatasi pikiran kita dengan konteks dimana pengandaian ontologis 
filosofis  untuk  refleksi pada persepsi dipertaruhkan; menurut dia, kita harus mencatat 
pentingnya persepsi terhadap sifat eksistensi yang Descartes menganggap  terutama untuk 
tujuan epistemologis. Turan mencatat bahwa Descartes tampaknya meninggalkan argumen 
bahwa Tuhan menipu untuk asumsi  himpunan  dan ini hipotesis terakhir tampaknya untuk 
memanggil ke dalam keraguan eksklusif keyakinan terkait dengan keberadaan dunia luar, 
karena itu, adalah mungkin untuk menyatakan bahwa Descartes menyerah  dalam mengejar 
pertanyaan tentang kebenaran penilaian matematika, dan Descartes tampaknya memberkati 
adanya si  jenius jahat  yang  semata-mata dengan kekuatannys menipu pikirannya dalam hal 
yang berkaitan dengan penilaian pada keberadaan hal-hal eksternal. Turan menemukan 
bahwa Descartes selalu menganggap demonstrasi matematika antara kebenaran yang paling 
jelas bahwa pikiran manusia dapat mencapai, dan menyebut mereka sebagai  contoh benda 
yang dapat berintuisi jelas dan jelas; Descartes merasa bahwa aritmatika dan geometri  bebas 
dari segala noda kepalsuan atau ketidakpastian. Menurut Descartes, matematika yang 
bersangkutan dengan obyek begitu murni dan sederhana bahwa mereka tidak membuat 
asumsi bahwa pengalaman mungkin membuat tidak pasti, melainkan terdiri dalam 
menyimpulkan kesimpulan melalui argumen rasional. Selanjutnya, Turan, H., 2004, bersikeras bahwa Descartes memakai eksistensi eksternal suatu 
obyek, untuk melakukan kegiatan  deduksi dan intuisi sebagai metode yang sah  untuk 
memperoleh pengetahuan. Bagi Descartes, intuisi adalah konsepsi pasti yang sederhana dari 
pikiran yang jernih dan penuh perhatian yang berlangsung semata-mata dari cahaya argumen 
dan pada kepercayaan lebih pasti dari deduksi, tapi pemikiran yang tidak epistemologis akan 
kalah dengan intuisi manusia yang penuh perhatian. Descartes mengklaim bahwa meskipun 
matematika  secara  ekstensif menggunakan metode deduksi,  namun dia mengatakan  bahwa 
deduksi adalah  metode  tunggal  yang sah  dan memegang intuisi yang sangat  diperlukan 
sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan matematika, dan proposisi matematika memiliki 
tingkat yang sama  dengan  kepastian sebagai  argumen  cogito ontologis  yang pasti.  Bagi 
Descartes matematika adalah invariabel sehubungan dengan pengandaian ontologis, tapi 
begitu dibawa ke dalam konteks percobaan keraguan terlihat bahwa itu mengandung 
implikasi ontologis penting yang tampak sebagai  objek matematika dan operasi 
mengandaikan eksistensi. Lalu Descartes menyatakan bahwa: 
Saya merasa bahwa saya sekarang ada, dan ingat bahwa saya telah ada selama beberapa 
waktu, apalagi, saya memiliki pikiran berbagai yang saya bisa menghitung, melainkan dalam 
cara-cara yang saya mendapatkan ide-ide dari durasi dan jumlah yang saya kemudian dapat 
ditransfer ke lain hal. Adapun semua elemen lain yang membentuk ide-ide dari hal-hal 
jasmani, yaitu perluasan, bentuk, posisi dan gerakan, ini tidak secara resmi terdapat dalam 
saya, karena saya hanyalah menjadi pemikiran, tetapi karena mereka hanya mode suatu zat 
dan saya substansi, tampaknya mungkin bahwa mereka yang terkandung dalam diriku nyata. 
 
Selanjutnya, Turan, H., 2004, menegaskan bahwa ketergantungan fungsional dan ontologis 
jumlah dan universal lain, membuat cogito di mana sebuah contoh pemikiran di mana kedua 
bukti dan kepastian ontologis dapat dicapai dalam satu langkah; epistemologis sebelum 
proposisi matematika yang mungkin , itu dianggap terpisah dari konteks percobaan keraguan 
dan terlihat untuk mewujudkan bukti. Menurut Turan, "saya menghitung, karena itu aku 
'adalah epistemologis setara dengan' Saya berpikir, maka saya '; kedua argumen kebal untuk 
diragukan, namun si  jenius jahat memang bisa membuat saya salah karena saya menghitung 
pikiran saya atau penampilan, tetapi tidak bisa menipu saya dalam kesimpulan saya menarik 
adanya  fakta bahwa saya menghitung sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku ada 
terlepas dari apakah saya menghitung atau menambahkan atau melakukan operasi 
matematika  secara  keliru. Turan  menyimpulkan bahwa situasi ontologis didirikan oleh 
eksperimen  keraguan  Cartesian  telah  membawa kendala epistemologis yang serius; 
eksperimen menemukan bahwa sarana epistemologis memungkinkan kita untuk 
mempekerjakan untuk pindah secara ontologis lebih lanjut,  tentulah harus menjadi salah satu 
sumber daya yang  tepat dari situasi ontologis yang  telah membatasi dirinya  untuk tujuan 
epistemologis, dalam kata lain, standar epistemologis eksperimen harus sesuai dengan yang 
ditentukan oleh pengaturan ontologis percobaan keraguan. Turan mencatat bahwa eksperimen 
menemukan nya sendiri dengan hal-hal yang bisa kita sebut persepsi atau pikiran, di sebuah 
sudut pandang dari mana dia membuktikan kejadian persepsi dan pikiran dan tidak bisa tahu 
dengan baik bagaimana mereka dibeli, sedangkan Descartes karena itu bisa tergantung hanya 
pada berpikir bahwa ia memiliki persepsi atau pikiran dalam penyelidikan epistemologis untuk mendirikan sebuah kepastian yang tidak dapat dipengaruhi oleh argumen dari 
percobaan keraguan. 
 
Podnieks, K., 1992, menguraikan bahwa sebelum Kant, matematika dipandang sebagai dunia 
empiris, tetapi khusus dalam satu cara penting yang sifat yang diperlukan dunia ditemukan 
melalui bukti matematika, namun untuk membuktikan sesuatu yang salah, seseorang  harus 
menunjukkan hanya bahwa dunia mungkin berbeda. Dalam hal masalah epistemologis, Posy 
diberitahu bahwa ilmu pada dasarnya merupakan generalisasi dari pengalaman, tetapi hal ini 
dapat memberikan hanya pilihan saja, sifat yang mungkin dari dunia yang itu bisa saja 
sebaliknya. Di sisi lain, ilmu pengetahuan hanya memprediksi bahwa masa depan akan 
mencerminkan masa lalu, sedangkan matematika adalah tentang dunia empiris, tetapi 
biasanya metode untuk pengetahuan berasal dari  pengetahuan kontingen, bukan keharusan 
bahwa matematika murni memberi kita, dalam jumlah, Posy menyimpulkan bahwa Kant 
ingin pengetahuan yang diperlukan dengan pengetahuan empiris. Posy kemudian 
menguraikan langkah yang dilakukan oleh Kant dalam memecahkan masalah dalam beberapa 
langkah: pertama, bahwa obyek dalam dunia empiris merupakan penampakan atau fenomena 
di mana, secara alami, mereka hanya memiliki sifat bahwa kita mengenal mereka dari 
pengalaman, mereka  bukanlah hal dalam diri mereka. Posy menemukan bahwa Kant 
mengatakan kita harus menjadi  seorang idealis di mana sifat dari  obyek adalah hanya apa 
yang dipahami, tidak  ada sifat obyek yang berada diluar pengalaman  kita.  Kedua, Kant 
menyarankan untuk membangun ke dalam pikiran kita dua bentuk intuisi dan persepsi 
sehingga  setiap persepsi yang kita miliki adalah terbentuk oleh bentuk Ruang dan Waktu, 
menurut Kant,ini, sebenarnya, bagian dari pikiran, dan bukan sesuatu pikiran mengambil dari 
pengalaman; dan dengan demikian, objek empiris selalu bersifat spasio-temporal. 
Selanjutnya, Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa, menurut Kant, kita mengenal sifat spasio-
temporal  dengan cara a  priori, dan dalam mempelajari  sifat spasio-temporal, kita hanya 
mempelajari diri kita sendiri, dan kemampuan persepsi kita. Menurut Kant, matematika 
hanyalah ilmu yang mempelajari  sifat spasio-temporal dari objek dengan mempelajari sifat 
ruang dan waktu; dan dengan demikian, matematika adalah belajar dari bentuk abstrak 
persepsi. Dalam hal ide ke takhinggan maka hukum-hukumnya  tidak tunduk pada persepsi, 
Kant, seperti yang ditunjukkan oleh Posy, membuat perbedaan antara intuisi empiris yaitu 
intuisi dari indera yang selalu terbatas dan intuisi murni. Posy menunjukkan bahwa studi 
tentang kemungkinan intuisi empiris di mana batas yang terbatas tidak diperkenalkan di 
kedua arah, dan matematika tidak menangani hal ini. Menurut Kant matematika 
memungkinkan membagi  interval kecil dan perluasan interval besar, ini berarti kita bisa 
mendiskusikan jumlah yang lebih kecil dan lebih kecil tanpa memperkenalkan jumlah 
terkecil misalnya jika kita ingin membuktikan interval ini dibagi, kita dapat melakukan ini 
dengan memilih interval; menunjukkan itu habis dibagi, dan abstrak dari ukuran sebenarnya, 
dan biarkan mewakili gagasan interval dipahami. 
Kant menyatakan bahwa matematika murni, sebagai kognisi a priori, hanya mungkin dengan 
mengacu pada benda selain yang  diindra, di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak 
sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang a priori. Kant mengklaim bahwa ini mungkin, karena intuisinya yang terakhir tidak lain adalah bentuk sensibilitas belaka, yang mendahului 
penampilan yang sebenarnya dari objek, dalam hal ini, pada kenyataannya, membuat mereka 
mungkin; namun ini merupakan kemampuan  berintuisi a  priori  yang mampu memahami 
fenomena non fisik.  Kant menggambarkan bahwa dalam prosedur biasa kita memerlukan 
pengetahuan geometri, bahwa semua bukti tentang similaritas dari dua benda yang diberikan 
akhirnya  akhirnya  diperoleh; yang ternyata tidak lain bahwa bukti itu sampai pada  intuisi 
langsung, dan  intuisi ini harus murni, dan bersifat a priori. Jika proposisi tidak mempunyai 
kebenaran matematika yang tinggi, maka hal tersebut tidak dapat disimpulkan dari hanya 
memperoleh kepastian empiris saja. Kant lebih jauh menyatakan bahwa di mana-mana ruang 
memiliki tiga dimensi, dan pada suatu  ruang berlaku dalil bahwa tidak lebih dari tiga garis 
lurus dapat memotong pada sudut yang tepat di satu titik.